banner 728x90
Opini  

Menelusur Jejak Kota Hujan: Medan Tempur Tak Biasa

Muhammad Iqbal, Jurnalis Muda Asal Sumenep, Madura. (Foto: Dok. Pribadi)
banner 468x60

RUBRIKA – Memiliki istri dan anak baru-baru ini membuat mental saya dalam menjalani kehidupan seketika berubah.

Kini saya tak lagi berambisi dalam meraih mimpi dan cita-cita. Toh pada kenyataannya, ambisi seringkali membuat saya mudah lelah, capek, depresi dan sebagainya. 

banner 336x280

Termasuk impian untuk menjelajahi kota-kota di Indonesia saat itu raib seketika.

Selain itu, ada beberapa keinginan yang dikubur dalam-dalam, tentu, tak bisa saya sebut di bagian ini, karena nantinya rekan, sahabat dan keluarga saya pun akan terkekeh-kekeh bila mengetahuinya. Hehe.  

Seiring berjalannya waktu, beberapa keinginan yang lenyap itu kemudian hadir dan terbuka lebar di hadapan saya.

Saya sebut salah satunya saja, lainnya saya anggap sebagai rahasia-yakni, menelusur kota lintas kabupaten, pulau hingga provinsi. 

Dengan kondisi kantong yang amat sangat kronis, saya akhirnya disuruh mengikuti rentetan kegiatan di salah satu daerah di Indonesia yang santer dikenal sebagai ‘Kota Hujan’. 

Kabar baiknya, tak ada jadwal malam hari pada kegiatan tersebut. Jadi, waktu kosong ini bisa digunakan semaksimal mungkin untuk menikmati tiap keindahan kota yang radiusnya 59 km di sebelah selatan Jakarta itu. 

Medan Tempur yang Tak Biasa 

Di Kabupaten Sumenep, orang-orang terbiasa menjadwal kegiatannya dengan format waktu seperti ini, pagi hingga petang bekerja dan pulang ke rumah manakala adzan Maghrib dan Isya’ tiba. 

Hanya beberapa orang saja yang memilih tetap bekerja sampai larut malam bahkan adzan Subuh berkumandang. 

Berbanding terbalik, orang-orang di Kota Bogor rela menempa waktu dan tenaga lebih banyak untuk menjaga stabilitas perekonomian rumah tangga. 

Nyaris setiap sudut pinggiran jalan di alun-alun Bogor pada dini hari masih dipenuhi oleh kurir dan pedagang kaki lima atau pelaku UMKM, seperti penjual bawang merah, buah-buahan, bubur dan kebab. 

Untuk membuktikan bahwa medan tempur di Bogor memang tak biasa, saya coba membeli beberapa kebutuhan pokok ala pria dewasa, rokok dan kopi, salah satunya.

Hasilnya, benar-benar mencengangkan. Saya menghabiskan uang bernilai Rp 50 Ribu pada waktu itu juga. Padahal di Sumenep, saya terbiasa menghabiskannya dalam kurun waktu dua hingga tiga hari. 

Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan suatu pesan pada seluruh masyarakat di Madura. Jika anda memiliki saudara, teman dan keluarga yang memilih merantau ke luar kota. 

Sebisa mungkin dukunglah perjuangan itu. Jika kalian tak bisa dan tak mau berjuang di ruas jalan kota yang padat ini, setidaknya kalian bisa menjadi saksi sejarah, teman cerita dan teman curhatnya. 

Sesederhana itulah kebaikan akan hidup. Sesederhana itulah sampel kebahagiaan dalam hidup. (***)

Cerita oleh: Muhammad Iqbal || Jurnalis Muda

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version