banner 728x90

“Nusantara Baru” : Arsitektur Transformasi Ekonomi Pasca Transisi Pergantian Kepemimpinan Nasional

Ilustrasi Nusantara Baru Oleh Cornelius Corniado Ginting, S.H.
banner 468x60

RUBRIKA – Kurang dari satu bulan ini akan terjadi transisi pergantian kepemimpinan nasional yang dimana presiden terpilih masa bakti 2024-2029 yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan dilantik tepat ditanggal 20 Oktober 2024, dalam transisi pergantian dari presiden jokowi yang sudah memimpin hampir 10 tahun dengan berbagai macam pembangunan infrastruktur yang masif dan Proyek Strategis Nasional(PSN) yang terus dikebut sesuai amanat yang di cita-citakan dari Nawa Cita menuju Asta Cita. Oleh karena itu perlunya Transisi dan Keberlanjutan Kepimpinan Nasional untuk diteruskan sesuai Amanat Konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945 .

Presiden Jokowi menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada tahun depan, sedikit lebih tinggi dari proyeksi tahun ini yang sebesar 5,1 persen. Peningkatan itu ditetapkan di tengah perkiraan stagnasi perekonomian global.

banner 336x280

Terakhir, Dana Moneter Internasional (IMF) mematok angka 3,2 persen untuk pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 dan 2025, sama seperti kinerja pertumbuhan pada 2023 Jokowi, dalam pidatonya di RUU APBN Tahun Anggaran 2025 dan Nota Keuangan pada Sidang Paripurna, menyebut permintaan domestik akan menjadi andalan negara dalam menopang perekonomian.

Dia optimistis strategi itu mumpuni seiring dengan langkah pemerintah mengendalikan inflasi, menciptakan lapangan kerja, serta menyalurkan bantuan sosial (bansos) dan subsidi sehingga daya beli terjaga sesuai dengan kondisi yang ada .

Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi bulanan berturut-turut dalam 3 bulan terakhir. Di satu sisi, deflasi bisa menjadi indikator tersedianya pasokan yang memadai di pasar sehingga harga terkendali.

Akan tetapi di sisi lain, konsistensi deflasi beberapa bulan terakhir memicu kekhawatiran melemahnya daya beli masyarakat sehingga menurunkan kinerja pemerintah.

Untuk mengantisipasi persoalan permintaan domestik, Jokowi mengaku bakal berfokus pada peningkatan produk-produk bernilai tambah tinggi yang berorientasi ekspor serta dukungan insentif fiskal. Senada dengan arahan Jokowi, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Indonesia Maju memastikan anggaran perlindungan sosial diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari miskin, rentan, kelas menengah, hingga kaya.

Perkembangan Ekonomi Ditengah Stagnasi dan Ketidakpastian Global

Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan masih lemah sampai dengan tahun 2025. World Bank memproyeksikan ekonomi global tumbuh lebih rendah di tingkat 2,4 persen pada tahun 2024, sebelum mengalami rebound ke tingkat 2,7 persen pada tahun 2025. Sementara itu, IMF memperkirakan perekonomian global akan stagnan di tingkat 3,2 persen pada tahun 2024 dan tahun 2025.

Lambatnya laju pertumbuhan ekonomi global dipicu oleh kombinasi antara faktor jangka pendek, seperti tingkat suku bunga global yang bertahan tinggi dan terbatasnya ruang kebijakan pemerintah dalam mendukung perekonomian, serta scaring effect pandemi Covid-19, peningkatan tensi geopolitik yang memicu fragmentasi geoekonomi dan pelemahan pertumbuhan produktivitas. Dalam World Economic Outlook (WEO) edisi April 2024, IMF memperkirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi global selama 5 tahun mendatang hanya sebesar 3,1 persen yang merupakan titik terendah dalam beberapa dekade.

Di tengah berbagai gejolak global, ekonomi Indonesia tetap terjaga dengan baik. Selama periode 2014 – 2019, sebelum pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil di atas 5,0 persen per tahun, melebihi ratarata global 3,4 persen, dan negara berkembang anggota G20 lainnya sebesar 4,8 persen.

Dalam 1 dekade terakhir, kesejahteraan juga membaik. Namun tingkat pengangguran sempat naik akibat pandemi Covid-19 dari 5,94 persen pada 2014 menjadi 7,07 persen pada 2020. Pasca Covid-19, tingkat pengangguran berhasil diturunkan menjadi 4,82 persen pada Februari 2024. Tingkat kemiskinan juga menurun tajam dari 10,96 persen pada 2014, menjadi 9,03 persen pada 2024.

Kebijakan fiskal efektif dalam menangani pandemi Covid-19 dan menjaga pertumbuhan ekonomi, dengan defisit fiskal yang membesar pada tahun 2020 namun dapat diturunkan hingga mencapai 1,61 persen Produk Domestik Bruto/PDB pada 2023. Sebagai perbandingan, defisit fiskal negara berkembang lain masih lebar seperti India (8,6 persen PDB), Tiongkok (7,1 persen PDB), dan Malaysia (4,4 persen PDB).

Rasio utang Indonesia juga relatif rendah, turun dari 40,7 persen PDB pada 2021 menjadi 39,2 persen PDB pada 2023, dibandingkan dengan Malaysia (67,3 persen PDB), Tiongkok (83,6 persen PDB) dan India (82,7 persen PDB). Dinamika perekonomian global akan terus memengaruhi situasi perekonomian domestik, sehingga kebijakan makro fiskal yang antisipatif dan responsif diperlukan untuk memitigasi dampak negatif dari risiko perekonomian global, dan menjaga trajektori pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat, inklusif dan berkelanjutan.

Landscape Makro 2025

Di samping pertumbuhan ekonomi, pemerintahan Jokowi juga menetapkan asumsi makro lainnya, di mana sebagiannya tetap berada dalam rentang yang disepakati dengan DPR dalam pembahasan pendahuluan RAPBN 2025, sementara asumsi lain melampaui dari yang telah dibahas.

Asumsi yang melewati batas yang disepakati adalah nilai tukar rupiah. Jokowi mengumumkan nilai tukar rupiah diperkirakan di sekitar Rp16.100 per dolar AS, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya Rp15.300-Rp15.900 per dolar AS. Padahal, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) optimistis rupiah akan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat ke depan, seiring dengan menariknya imbal hasil (yield), inflasi yang terkendali, dan tetap baiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Berikutnya, asumsi suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun dalam RAPBN 2025 ditetapkan sedikit lebih rendah dari batas atas proyeksi sebelumnya, yakni 7,1 persen dari rentang 6,9-7,2 persen.Akan tetapi, asumsi makro lainnya tetap berada dalam level aman dari rentang yang disepakati dengan DPR, seperti inflasi 2,5 persen dari rentang 1,5–3,5 persen.

Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan pada 82 dolar AS per barel, masih dalam rentang sebelumnya 75–85 dolar AS per barel. Kemudian lifting minyak diperkirakan 600 ribu barel per hari, masih di bawah batas atas proyeksi sebelumnya 605 ribu per barel per hari. Sementara gas bumi sedikit di atas batas bawah kesepakatan sebelumnya, yakni 1,005 juta barel setara minyak per hari dari batas 1,003 juta barel setara minyak per hari.

Kinerja Makro Fiskal dan Capaian Pembangunan RABPN 2025

Kebijakan makro fiskal terus diarahkan untuk merespons dinamika perekonomian, menghadapi tantangan, memanfaatkan peluang, dan mendukung pencapaian target pembangunan secara optimal. Upaya yang telah dilakukan Pemerintah melalui kebijakan fiskal terlihat pada kinerja makro fiskal dan capaian pembangunan sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai stabilisator, APBN tidak terlepas dari siklus ekonomi. Pada tahapan siklus bisnis, anggaran negara berperan baik di fase ekspansi maupun kontraksi untuk merespons fluktuasi ekonomi. Perhitungan keseimbangan umum secara nominal belum mampu menangkap respons APBN yang sesungguhnya terhadap siklus bisnis. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang lebih menggambarkan respons terhadap kondisi ekonomi sesungguhnya melalui Cyclically Adjusted Primary Balance (CAPB).

Dalam perhitungannya, CAPB mempertimbangkan stabilisasi ekonomi yang lebih baik karena metode ini memisahkan pengeluaran dari pendapatan siklikal dan memungkinkan automatic stabilizer beroperasi secara bebas.

Pengukuran ini juga memberikan panduan operasional yang lebih baik karena dapat dikendalikan oleh pemerintah (perubahan dalam defisit yang disesuaikan secara siklikal lebih dekat dengan upaya diskresi fiskal yang dilakukan). Melalui pendekatan ini, respons Pemerintah dapat digambarkan apakah procyclical (mengikuti) siklus bisnis) atau countercyclical (berlawanan dengan siklus bisnis).

APBN selama 10 tahun terakhir tidak selamanya memiliki posisi countercyclical (fiscal stance yang ideal). Sejak tahun 2014, arah kebijakan fiskal beberapa kali mengikuti siklus bisnis, sehingga meskipun output gap negatif, kebijakan fiskal Indonesia cenderung kontraktif dan ekspansif ketika mengalami output gap positif.

Namun di masa pandemi, utamanya tahun 2020, kebijakan fiskal Indonesia tercatat ekspansif yang ditandai dengan positif fiscal impulse, yaitu pelebaran defisit keseimbangan primer sampai –3,8 persen yang ditujukan untuk merespons output gap yang negatif akibat kebijakan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Kebijakan fiskal perlu terus diarahkan untuk countercyclical agar tujuan APBN sebagai stabilisator dan shock absorber dapat berjalan dengan optimal.

Pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut mendorong perbaikan kondisi lapangan kerja nasional. Pada Agustus 2023, jumlah penduduk yang masuk kategori usia kerja nasional tercatat sebanyak 212,6 juta orang dan 147,7 juta orang termasuk dalam angkatan kerja. Jumlah orang yang bekerja pada tahun 2023 meningkat 4,6 juta orang dari tahun 2022 yang sebanyak 135 juta orang.

Capaian pada tahun 2023 memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat menyerap tenaga kerja baru dan pengangguran. Kemampuan ekonomi nasional dalam menciptakan lapangan kerja terus membaik yang ditunjukkan dengan kenaikan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2023 menjadi sebesar 69,48 persen dan pada Februari 2024 sebesar 69,8 persen.

TPAK mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara/wilayah. Jumlah orang yang tidak bekerja (pengangguran) pada tahun 2023 tercatat sebanyak 7,9 juta sehingga tingkat pengangguran terbuka (TPT) menjadi sebesar 5,32 persen. Kondisi ini semakin membaik di Februari 2024 dengan menurunnya TPT hingga mencapai level di bawah prapandemi, yaitu menjadi sebesar 4,82 persen.

Salah satu yang menjadi perhatian utama dalam RAPBN 2025 adalah defisit fiskal yang melebar dari target tahun ini. Defisit pada APBN 2024 ditetapkan sebesar 2,29 persen, sementara dalam RAPBN 2025 ditargetkan sebesar 2,53 persen.

Pendapatan negara dirancang sebesar Rp2.996,9 triliun, terdiri atas penerimaan perpajakan Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp505,4 triliun. Target itu sedikit lebih tinggi dari desain APBN 2024 sebesar Rp2.801,9 triliun, yang peningkatannya akan didorong melalui keberlanjutan reformasi perpajakan serta upaya menjaga iklim investasi.

Sementara itu, belanja negara dicanangkan sebesar Rp3.613,1 triliun, terdiri atas belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.693,2 triliun serta transfer ke daerah Rp919,9 triliun. Berbeda dengan pendapatan negara yang naik tipis, belanja negara naik signifikan dari desain APBN 2024 yang sebesar Rp3.325,1 triliun berdasarkan kebutuhan Antara K/L.

Belanja negara diarahkan untuk mendukung program prioritas Pemerintah yang memberikan efek berganda (multiplier effect). Setidaknya, terdapat dua program yang menjadi ciri utama pemerintahan mendatang, yakni program keberlanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan program baru Makan Bergizi Gratis (MBG).

Untuk IKN, kabinet Jokowi menganggarkan dana Rp143,1 miliar. Terbilang kecil bila dibandingkan dengan pagu program infrastruktur yang mencapai Rp400,3 triliun, di mana IKN menjadi salah satu program yang disasar. Berdasarkan penjelasan Sri Mulyani, anggaran IKN yang dicantumkan dalam RAPBN 2025 merupakan anggaran dasar (baseline), dan Pemerintah mendatang memiliki keleluasaan untuk menyesuaikan kembali sesuai dengan prioritas kabinetnya.

Adapun program MBG dianggarkan sekitar Rp71 triliun atau 0,29 persen terhadap PDB, yang termasuk biaya makanan, distribusi, dan operasional lembaga yang menangani program MBG. Program ini ditargetkan dapat memberikan efek ekonomi berganda. Selain perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM), MBG diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekitar 0,10 persen dan penyerapan 0,82 juta pekerja melalui pemberdayaan UMKM.

Kehadiran MBG dalam RAPBN 2025 menandai tradisi baru APBN transisi, ketika program Pemerintah berikutnya telah dipertimbangkan dalam desain fiskal pemerintah petahana.

Dalam upaya memperlancar desain program ini, Jokowi melantik Thomas Djiwandono, yang sebelumnya merupakan anggota Bidang Ekonomi dan Keuangan Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran,menjadi Wakil Menteri Keungan II.

IKN dan MBG menjadi dua program yang dikhawatirkan dapat membebani fiskal negara, yang kekhawatirannya makin didukung dengan pelebaran defisit pada RAPBN 2025. Untuk itu, baik IKN maupun MBG dapat menjadi penentu, apakah tradisi keberlanjutan dalam pengelolaan fiskal menjadi pendekatan transis yang lebih efektif.

Reformasi Ekonomi Struktural

Di tengah dinamika eksternal yang kurang kondusif, perekonomian Indonesia masih relatif resilien. Dalam lima tahun terakhir sebelum pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia konsisten berada di atas 5,0 persen, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan global yang sebesar 3,4 persen. Pada periode pandemi tahun 2020, ekonomi Indonesia terkontraksi 2,1 persen, relatif moderat jika dibandingkan dengan Malaysia (5,5 persen), Thailand (6,1 persen), dan Filipina (9,5 persen.

Selain itu, dari sisi domestik, Indonesia juga masih dihadapkan pada tantangan untuk mengakselerasi kinerja pertumbuhan ekonomi nasional. Laju pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,0 persen tidaklah cukup untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045.

Laju pertumbuhan investasi juga menunjukkan perlambatan dan saat ini masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi agregat. Demikian juga dengan kinerja Sektor Manufaktur yang merupakan salah satu sektor kunci dalam perekonomian Indonesia. Ratarata pertumbuhan Sektor Manufaktur berada dalam tren melambat selama beberapa tahun terakhir, serta berada pada level di bawah pertumbuhan ekonomi agregat.

Pertumbuhan ekonomi nasional mensyaratkan peningkatan signifikan peran investasi dan Sektor Manufaktur dan Sektor Jasa, yang perlu didukung berbagai upaya percepatan reformasi struktural untuk mengatasi 3 kendala utama dalam pembangunan ekonomi nasional, yakni kualitas SDM, ketersediaan infrastruktur, serta kualitas institusi dan regulasi.

Reformasi struktural diwujudkan melalui berbagai program yang dapat dilaksanakan dalam jangka pendek. Program-program tersebut diharapkan mampu mendorong tercapainya (i) akselerasi pertumbuhan ekonomi; (ii) penguatan well-being; dan (iii) konvergensi antar daerah.

Akselerasi reformasi struktural juga menjadi kunci bagi percepatan transformasi ekonomi. Transformasi ekonomi yang diinginkan harus menghasilkan struktur ekonomi yang lebih produktif dan bernilai tambah tinggi. Dalam jangka menengah, transformasi ekonomi juga harus mampu memperbaiki struktur ekonomi dengan basis yang lebih luas. Selain itu, transformasi ini harus bersifat inklusif dan berkelanjutan, yang mengakomodasi semua lapisan masyarakat dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan.

Untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Pemerintah berupaya melakukan reformasi struktural yang dibutuhkan untuk mempercepat transformasi ekonomi dalam rangka mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, inklusif, dan berkelanjutan. Reformasi struktural difokuskan pada (i) hilirisasi SDA; (ii) revitalisasi industri manufaktur dan penguatan Sektor Jasa; (iii) penguatan investasi; (iv) percepatan pengembangan industri halal; (v) reformasi Sektor Pertanian; (vi) transformasi ekonomi hijau; serta (vii) pengembangan dan pendalaman Sektor Keuangan dan daya saing SDM.

Pembangunan kualitas SDM dimulai dengan memastikan bahwa kondisi sehat sejak dalam kandungan hingga lahir, kemudian memperoleh pendidikan yang berkualitas. Perkembangan otomatisasi dan digitalisasi yang akan mengubah struktur pasar tenaga kerja juga membutuhkan penyiapan tenaga kerja yang berkualitas. Dengan demikian, SDM mampu bersaing dalam pasar tenaga kerja, dengan kesehatan tetap terjaga sehingga produktivitasnya tinggi.

Reformasi struktural yang optimis diperlukan untuk meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi. Melalui dukungan lingkungan bisnis dan iklim investasi yang sehat, akan terbentuk ketahanan terhadap tren fragmentasi geoekonomi global. Kerangka kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan Indonesia yang prudent, telah memberikan landasan bagi stabilitas makro dan peningkatan produktivitas.

Kebijakan ekonomi makro sejak periode pandemi telah menopang pemulihan perekonomian yang kuat dan berdaya tahan dari gejolak eksternal, terbukti dengan inflasi yang terkendali, sektor keuangan yang berdaya tahan, dan permintaan domestik yang stabil.

Keberlanjutan bagi Presiden Terpilih

Visi dan Misi presiden terpilih yang tertuang dalam Program Asta Cita  menjadi skala prioritas yang harus di jalankan, terkait pemerintah baru nantinya akan melanjutkan program yang sudah dilaksanakan  Presiden terdahulu serta yang belum untuk dilanjutkan dan disempurnakan, maka dari itu terkait program presiden terpilih memilki 320 Program Asta Cita, 17 program prioritas dan 8 program terbaik hasil cepat, dimana presiden terpilih akan melaksanakan program-program tersebut untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi yang di targetkan 8,0 persen nantinya, jika itu menjadi target dan pencapain presiden terpilih maka tantangan kedepan bagaimana mampu mengimplementasikan pada program-program nasional berdasarkan peta tantangan dan desain program untuk dapat dilanjutkan oleh K/L serta dapat di rasakan oleh masyarakat Indonesia nantinya.

Opini oleh: Cornelius Corniado Ginting, S.H
Founder Center of Economic and Law Studies Indonesia Society (CELSIS)

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version