banner 728x250

Tapera Banyak Masalah, DPD GMNI Jatim: Kami Menolak Secara Tegas Tabungan Pemerasan Rakyat

Ketua DPD GMNI Jatim, Hendra Prayogi. (Foto: Ist)

RUBRIKA – Masyarakat Indonesia dirisaukan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. 

Pasalnya dalam peraturan tersebut kewajiban membayar simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hanya untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui perubahan terbaru diperluas kepada pegawai swasta dan pekerja mandiri. 

banner 336x280

Melalui peraturan tersebut, setiap pekerja akan dipotong upah atau gajinya baik TNI, Polri, PNS, pekerja swasta dan pekerja mandiri sebesar 3% untuk Tapera. 

Baca Juga:   Bahas Isu Strategis, DPD GMNI Jatim Sampaikan Beberapa Rekomendasi kepada Pj Gubernur

Ketentuan Tapera tersebut bagi pekerja swasta akan dipotong 2,5% dari gajinya dan 0,5% akan dibebankan kepada pemberi kerja sesuai dengan Pasal 15. 

Menyikapi hal tersebut, Ketua Dewan Pengurus Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Jawa Timur (DPD GMNI Jatim), Hendra Prayogi, menegaskan menolak kebijakan tersebut dan meminta kepada pemerintah untuk menghentikan pelaksanaan PP Nomor 21 Tahun 2024. 

Menurutnya, peraturan tersebut akan menimbulkan banyak masalah dan akan membebani pekerja. 

Baca Juga:   Kompleksitas Zona Kawasan Konservasi di Kabupaten Malang

“Kami tegaskan menolak kebijakan ‘Tabungan Pemerasan Rakyat’ tersebut, karena akan menjadi beban baru bagi pekerja dan pemberi kerja,” tegasnya. 

Menurut pemuda yang akrab dipanggil Hendra tersebut, keadaan ekonomi maayarakat saat ini tidak stabil, banyak kebutuhan rumah tangga yang harus diselesaikan. 

Ketika dibebani kewajiban untuk simpanan Tapera tersebut, kendati menjadi simpanan dan uangnya tidak hilang, namun, akan menjadi beban tersendiri bagi pekerja. 

“Kami merasakan keluhan masyarakat pekerja, dan menurut kami, kebijakan tersebut sangat tidak sesuai dengan keadaan,” tandasnya. 

Baca Juga:   Wagubsu Ijeck Kaget Kurma Tumbuh Subur di Tanah Karo

Bahkan, ia menilai, Pemerintah Pusat dalam pengambilan kebijakannya tidak mendengarkan aspirasi masyarakat luas yang secara otomatis menjadi objek dari peraturan tersebut. 

Terlihat ketika pemerintah menyampaikan ke publik terkait pelaksanaan PP Nomor 21 Tahun 2024 langsung mendapat reaksi penolakan dari banyak pihak termasuk masyarakat yang akan dibebani. 

“Kami minta kepada Pemerintah Pusat untuk menghentikan, karena akan memaksa masyarakat kecil membayar hal besar yang sebenarnya tidak mampu,” pungkasnya. (***)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *