banner 728x250

Tim Pengmas UB Latih Petani Tingkatkan Kualitas Kopi Pasca Panen

RUBRIKA – Evolusi industri kopi saat ini telah bergeser memasuki era third wave (gelombang ketiga).

Pengaruh dari kondisi tersebut adalah adanya peningkatan konsumsi kopi secara global yang bertepatan juga dengan peningkatan atas kesadaran petani dan masyarakat bahwa kopi memiliki “cultural experience”. 

banner 336x280

Era third wave tersebut berlangsung dengan mensosialisasikan lebih lanjut terkait hal-hal yang bersangkutan dengan kopi dari hulu hingga hilir. 

Adanya hal ini semakin mendukung terbentuknya persepsi hingga pengetahuan baru bagi petani dan konsumen, sehingga petani dan konsumen mulai memahami jenis dan grade kopi yang diinginkan.

Identifikasi mengenai urgensi pada tingkatan petani untuk dapat mampu merespon kebutuhan pasar terletak pada kemampuan petani pada grading produk green bean.

Baca Juga:   Kades Sumberejo Malang Lantik Dua Perangkat Baru, Siap Kembangkan Wisata dan Desa Digital

Kurangnya informasi terkait standar mutu kopi (grade) sehingga petani hanya menghasilkan 1 jenis grade kopi. 

Akibatnya yaitu adanya ketidaksamaan persepsi antara grade kopi antara petani dengan konsumen yang berdampak pada konsumen merasa dirugikan jika kualitas kopi yang dibeli tidak sebanding dengan harga yang dibayarkan. 

Oleh karena itu, Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Universitas Brawijaya (UB) Malang yang diketuai oleh Karuniawan Puji Wicaksono, SP., MP., Ph.D melaksanakan Pengabdian Masyarakat Peningkatan Kualitas Penanganan Pasca Panen Kopi Guna Mencapai Produk Fine Robusta Dengan Prinsip Zero Waste di Desa Sumber Tempur, Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang.

Pengabdian masyarakat tersebut dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2023. Pada prosesnya kegiatan pemberdayaan ini memfokuskan pada Kelompok Tani Sumber Makmur.

Baca Juga:   Sosok Griselda Lareina Wibowo, Model Cilik Asal Malang yang Punya Segudang Prestasi 

Terdapat beberapa urgensi penting dilaksanakannya kegiatan ini yang meliputi kurangnya informasi terkait standar mutu kopi (grade) sehingga petani hanya menghasilkan 1 jenis grade kopi. 

Akibatnya yaitu adanya ketidaksamaan persepsi antara grade kopi antara petani dengan konsumen yang berdampak pada konsumen merasa dirugikan jika kualitas kopi yang dibeli tidak sebanding dengan harga yang dibayarkan. 

Harga yang diterima oleh petani cenderung hanya 1 harga (mengikuti tren harga pada saat itu) yang menyebabkan petani tidak memiliki nilai tawar. 

Beberapa petani masih belum bisa menerima teknologi baru untuk mengolah kopi dan masih mengandalkan cara lama.

Berdasarkan pada hal tersebut, Fasilitator Pemberdayaan memberikan rekomendasi yang ditawarkan sebagai solusi dalam menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut melalui pelatihan pengolahan kopi.

Baca Juga:   Sambut HUT RI ke-78, IKA UB Malang Raya Gelar Donor Darah, Catat Tanggalnya dan Dapatkan Goodie Bag Menarik

Pelatihan tersebut disusun oleh Fasilitator Pemberdayaan dengan judul “Prosedur Pengolahan Greenbean Robusta (Proses Natural)” yang mengacu pada standar ICO (International Coffee Organization), SCAA (Specialty Coffee Association of America), dan SNI (Standar Nasional Indonesia). 

Pelatihan ini direalisasikan dengan fokus utama persiapan bahan (cherry), cara memproses cherry dengan proses pengolahan kopi natural hingga menjadi produk akhir (greenbean), penjelasan standar-standar sebagai indikator untuk mencapai grade sesuai keinginan pasar, hingga pengolahan limbah guna mencapai prinsip zero waste.

Sistem zero waste meliputi pemanfaatan limbah dari bagian kulit buah kopi (exocarp) kering sebagai pupuk organic tanaman kopi. (***)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *