banner 728x90
Opini  

77 Tahun PMKRI untuk Indonesia

Exen Jontona (Ketua PMKRI Cabang Malang Periode 2022-2023).
banner 468x60

RUBRIKA – Tepatnya pada tanggal 25 Mei 1947, dua tahun setelah Indonesia Merdeka, lahir sebuah organisasi besar yang diinisisasi oleh golongan intelktual yang sadar akan betapa pentingnya mengawal Kemerdekaan Indonesia menuju kemerdekaan sesungguhnya, organisasi yang berorientasi pada pembinaan, pengkaderan dan perjuangan lahir di Republik ini. Organisasi yang dimaksud adalah Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).

*Sejarah Singkat Lahirnya PMKRI*

banner 336x280

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) adalah organisasi mahasiswa eksternal kampus yang beranggotakan mahasiswa Katolik dan juga non-Katolik dan memiliki fungsi sebagai organisasi pembinaan dan perjuangan yang berasaskan Pancasila, dijiwai oleh nilai-nilai ke-Katolikan, dan disemangati oleh kemahasiswaan. 

PMKRI secara resmi berdiri pada 25 Mei 1947. Cikal bakal organisasi ini sudah ada jauh sebelumnya yakni saat berdirinya KSV Sanctus Bellarminus, Batavia (didirikan di Jakarta, 10 November 1928), KSV Sanctus Thomas Aquinas Bandung (didirikan di Bandung, 14 Desember 1947), KSV Sanctus Lucas Surabaya (didirikan di Surabaya, 12 Desember 1948), dan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang didirikan di Yogyakarta 25 Mei 1947.

PMKRI pada awalnya merupakan hasil fusi Federasi KSV (Katholieke Studenten Vereniging) dan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Yogyakarta.

Federasi KSV yang ada saat itu meliputi KSV St. Bellarminus Batavia (berdiri di Jakarta, 10 November 1928), KSV St. Thomas Aquinas Bandung (berdiri 14 Desember 1947), dan KSV St. Lucas Surabaya (berdiri 12 Desember 1948). 

Federasi KSV yang berdiri tahun 1949 tersebut diketuai oleh Gan Keng Soei (KS Gani) dan Ouw Jong Peng Koen (PK Ojong) salah satu Pendiri Kompas. Adapun PMKRI Yogyakarta yang pertama kali diketuai oleh St. Munadjat Danusaputro, didirikan pada tanggal 25 Mei 1947.

Keinginan Federasi KSV untuk berfusi dengan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Yogyakarta saat itu, karena pada pertemuan antar KSV dipenghujung 1949, dihasilkan keputusan bersama bahwa:

“….Kita bukan hanya mahasiswa Katolik, tetapi juga mahasiswa Katolik Indonesia …” 

Federasi akhirnya mengutus Gan Keng Soei dan Ouw Jong Peng Koen untuk mengadakan pertemuan dengan moderator dan pimpinan PMKRI Yogyakarta.

Setelah mendapat saran dan berkat dari Vikaris Apostolik Batavia yang pro Indonesia, yaitu Mgr. PJ Willekens, SJ. Utusan Federasi KSV (kecuali Ouw Jong Peng Koen yang batal hadir karena sakit) bertemu dengan moderator pada tanggal 18 Oktober 1950 dan pertemuan dengan Ketua PMKRI Yogyakarta saat itu yaitu PK Haryasudirja bersama stafnya berlangsung sehari kemudian. 

Dalam pertemuan-pertemuan tersebut intinya wakil federasi KSV yaitu Gan Keng Soei mengajak dan membahas keinginan:

”Mengapa kita tidak berhimpuan saja dalam satu wadah organisasi nasional mahasiswa Katolik Indonesia ? Toh selain sebagai mahasiswa Katolik, kita semua adalah mahasiswa Katolik Indonesia.“

Maksud Federasi KSV ini mendapat tanggapan positif moderator dan pimpinan PMKRI Yogyakarta. Dan dua keputusan lain yang dihasilkan adalah : 

Setelah pertemuan tersebut, masing-masing organisasi harus mengadakan kongres untuk membahas rencana fusi. 

Kongres Gabungan antara Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta akan berlangsung di Yogyakarta tanggal 9 Juni 1951.

Dalam kongres gabungan tanggal 9 Juni 1951, kongres dibuka secara resmi oleh PK Haryasudirja selaku wakil PMKRI Yogyakarta bersama Gan Keng Soei yang mewakili Federasi KSV.

Diluar dugaan, Kongres yang semula direncanakan berlangsung hanya sehari, ternyata berjalan alot terutama dalam pembahasan satu topik, yakni penetapan tanggal berdirinya PMKRI. 

Disaat belum menemui kesepakatan, Kongres Gabungan sempat diskors untuk memberikan kesempatan kepada masing-masing organisasi untuk kembali mengadakan kongres secara terpisah pada tanggal 10 Juni 1951. 

Akhirnya Kongres Gabungan untuk fusi-pun kembali digelar pada tanggal 11 Juni 1950 dan berhasil menghasilkan 14 keputusan yaitu :

Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta berfusi menjadi satu sebagai organisasi nasional mahasiswa katolik bernama: ”Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia” yang kemudian disingkat PMKRI. 

Sebutan perhimpunan ini disepakati sebagai pertimbangan agar organisasi baru ini sudah bersiap-siap untuk mau dan mampu menampung masuk dan menyatunya organisasi-organisasi mahasiswa Katolik lain yang telah berdiri berlandaskan asas dan landasan lain, seperti KSV-KSV di daerah-daerah pendudukan Belanda guna menuju persatuan dan kesatuan Indonesia..

14 keputusan PMKRI 11 Juni 1950 antara lain:

  1. Dasar pedoman (AD/Anggaran Dasar) PMKRI Yogyakarta diterima sebagai AD sementara PMKRI hingga ditetapkannya AD PMKRI yang definitif. 
  2. PMKRI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 25 Mei 1947. 
  3. PMKRI berkedudukan ditempat kedudukan Pengurus Pusat PMKRI.
  4. Empat cabang pertama PMKRI adalah : PMKRI Cabang Yogyakarta, PMKRI Cabang Bandung, PMKRI Cabang Jakarta, dan PMKRI Cabang Surabaya. 
  5. Dalam ART setiap cabang PMKRI harus dicantumkan kalimat,”PMKRI berasal dari Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta yang berfusi tanggal 11 Juni 1951” 
  6. Santo pelindung PMKRI adalah Sanctus Thomas aquinas 
  7. Semboyan PMKRI adalah “Religio Omnium Scientiarum Anima” yang artinya Agama adalah jiwa segala ilmu pengetahuan. 
  8. Baret PMKRI berwarna merah ungu (marun) dengan bol kuning di atasnya.
  9. Kongres fusi ini selanjutnya disebut sebagai Kongres I PMKRI. 
  10. Kongres II PMKRI akan dilangsungkan di Surabaya, paling lambat sebelum akhir Desember 1952 dan PMKRI Cabang Surabaya sebagai tuan rumahnya. 
  11. Masa kepengurusan PMKRI adalah satu tahun, dengan catatan: untuk periode 1951-1952 berlangsung hingga diselenggarakannya Kongres II PMKRI.
  12. Pengurus Pusat PMKRI terpilih segera mendirikan cabang-cabang baru PMKRI diseluruh Indonesia dan mengenai hal ini perlu dikoordinasikan dengan pimpinan Waligereja Indonesia. 
  13. PK Haryasudirja secara aklamasi ditetapkan sebagai Ketua Umum PP PMKRI periode 1951-1952.
  14. Dengan keputusan itu maka kelahiran PMKRI yang ditetapkan pada tanggal 25 Mei 1947 menjadi acuan tempat PMKRI berdiri. PMKRI didirikan di Balai Pertemuan Gereja Katolik Kotabaru Yogyakarta di jalan Margokridonggo (saat ini Jln. Abubakar Ali). Balai pertemuan tersebut sekarang bernama Gedung Widya Mandala.

Penentuan tanggal 25 Mei 1947 yang bertepatan sebagai hari Pantekosta, sebagai hari lahirnya PMKRI, tidak bisa dilepaskan dari jasa Mgr. Soegijapranata. 

Atas saran beliaulah tanggal itu dipilih dan akhirnya disepakati para pendiri PMKRI, setelah sejak Desember 1946 proses penentuan tanggal kelahiran belum menemui hasil. 

Alasan beliau menetapkan tanggal tersebut adalah sebagai simbol turunnya roh ketiga dari Tri Tunggal Maha Kudus yaitu Roh Kudus kepada para mahasiswa katolik untuk berkumpul dan berjuang dengan landasan ajaran agama Katolik, membela, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.

*Perjalanan dan Perjuangan PMKRI*

Perjuangan PMKRI telah ada sebelum Indonesia merdeka, namun keterlibatannya lebih nampak setelah kemerdekaan Indonesia.

Pada tahun 1966, PMKRI yang saat itu diketuai oleh Cosmas Batubara menjadi salah satu pelopor berdirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) bersama dengan organisasi mahasiswa lainnya seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ikatan Mahasiswa Pers (IPM) dan Mapancas yang pada saat itu berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan Mayjen Dr. Syarief Tayeb. 

Tujuan didirikannya KAMI adalah untuk memberikan perlawanan yang masif dan terkoordinir terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pada saat itu dianggap meresahkan masyarakat. 

PMKRI menjadi salah satu organisasi yang berjuang untuk mendirikan Orde Baru. Gerakan ini di kenal dengan istilah Angkatan 66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, yang pada saat itu gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. 

Tokoh-tokoh mahasiswa yang kemudian berada pada lingkaran kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi Ketiganya Dari PMKRI, Akbar Tanjung dari HMI, dll. 

Angkatan 66 ini mengangkat isu Komunis dianggap sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini kemudian berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang di tunggangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia).

Setelah Orde Lama berakhir, Aktivis angkatan 66 pun mengisi tatanan pemerintahan yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta di angkat dalam kabinet pemerintahan Orde Baru.

Setelah perjuangan panjang dan keterlibatan PMKRI mendirikan Orde Baru, perjuangan PMKRI kemudian diperhadapkan lagi dengan konfrontasi antara mahasiswa dan militer yang saat itu menguasai negara. 

Pada tahun 1980 PMKRI menjadi bagian dari lahirnya sebuah petisi yang menjadi perwujudan keprihatinan terhadap pemerintahan Soeharto. 

Tokoh PMKRI saat itu yang terlibat adalah Chris Siner Keytimu yang juga merupakan ketua presidium PMKRI selama 2 periode (1971-1977) menjadi salah satu pelopor lahirnya petisi 50 dan juga merupakan salah satu pendiri Cipayung. Bunyi dari petisi tersebut adalah 

*Ungkapan Keprihatinan*

Dengan berkat rahmat Allah yang Mahakuasa, kami yang bertandatangan di bawah ini, yakni sekelompok pemilih dalam pemilu-pemilu yang lalu, mengungkapkan keprihatinan rakyat yang mendalam atas pernyataan-pernyataan Presiden Soeharto dalam pidato-pidatonya di hadapan rapat panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di Pekanbaru pada tanggal 27 Maret 1980 dan pada peringatan hari ulang tahun Koppasandha di Cijantung pada tanggal 16 April 1980. Kami prihatin akan pidato-pidato Presiden Soeharto yang:

1. Mengungkapkan prasangka bahwa di antara rakyat kita yang bekerja keras untuk membangun meskipun mereka mengalami beban yang semakin berat, terdapat polarisasi di antara mereka yang ingin “melestarikan Pancasila” di satu pihak dengan mereka yang ingin “mengganti Pancasila” di pihak lain, sehingga muncullah keprihatinan-keprihatinan bahwa konflik-konflik baru dapat muncul di antara unsur-unsur masyarakat;

2. Keliru menafsirkan Pancasila sehingga dapat digunakan sebagai suatu ancaman terhadap lawan-lawan politik. Pada kenyataannya, Pancasila dimaksudkan oleh para pendiri Republik Indonesia sebagai alat pemersatu Bangsa;

3. Membenarkan tindakan-tindakan yang tidak terpuji oleh pihak yang berkuasa untuk melakukan rencana-rencana untuk membatalkan Undang-Undang Dasar 1945 sambil menggunakan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit sebagai alasannya, meskipun kenyataannya hal ini tidak mungkin karena kedua sumpah ini berada di bawah UUD 1945;

4. Meyakinkan ABRI untuk memihak, untuk tidak berdiri di atas seluruh golongan masyarakat, melainkan memilih-milih teman-temannya berdasarkan pertimbangan pihak yang berkuasa;

5. Memberikan kesan bahwa dia adalah personifikasi Pancasila sehingga desas-desus apapun tentang dirinya akan ditafsirkan sebagai anti-Pancasila;

6. Melontarkan tuduhan-tuduhan bahwa ada usaha-usaha untuk mengangkat senjata, mensubversi, menginfiltrasi, dan perbuatan-perbuatan jahat lainnya dalam menghadapi pemilu yang akan datang.

Mengingat pemikiran-pemikiran yang terkandung dalam pidato-pidato Presiden Soeharto adalah unsur yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pemerintahan negara ini dan pemilihan umum yang segera akan berlangsung, kami mendesak para wakil rakyat di DPR dan MPR untuk menanggapi pidato-pidato Presiden pada tanggal 27 Maret dan 16 April 1980.

Jakarta, 5 Mei 1980

Chris Siner Keytimu menandatangani petisi tersebut bersama dengan 49 tokoh bangsa lainnya.

Akibatnya Presiden Soeharto kemudian mencabut hak-hak perjalanan para kritikusnya, dan melarang koran-koran menerbitkan foto-foto mereka ataupun mengutip pernyataan-pernyataan mereka. Para anggota kelompok ini tidak dapat memperoleh pinjaman bank dan kontrak-kontrak.

Perjuangan PMKRI tidak hanya berhenti di erah tahun 1980an, PMKRI melihat dengan sadar bahwa Rezim Otoritarian Soeharto harus segera di lengserkan karena di zaman Orba banyak sekali pembungkaman, penangkapan dan pembunuhan terhadap aktivis Pro demokrasi.

Soeharto mendesain sistem oligarki panglima yang kemudian membuat sistem perekonomian indonesia tersentralistik dan masuk dalam kendali penuh presiden Soeharto. Soeharto hadir memainkan peran sentral dalam konstelasi politik indonesia

Situasi ini yang membuat Pmkri menyadari betul untuk membangun konsolidasi perjuangan bersama elemen mahasiswa, rakyat dan kaum intelktual bangsa untuk melawan dan melengserka Presiden Soeharto.

Kemarahan mahasiswa dan rakyat yang berakhir melakukan demonstrasi kependudukan di gedung MPR/DPR yang pada akhirnya memaksa rezim diktator presiden Soeharto mundur dari jabatan pada tahun 1998 setelah 32 tahun berkuasa.

Berkat perjuangan mereka kita memasuki sebuah jenis perubahan sosial yang baru yaitu Era Reformasi yang kita nikmati sampai saat ini. Perjalanan panjang perjuangan demi sebuah tugas suci yang mulia.

“Mahasiswa adalah akal dan hati masyarakat” (mengutip dari Bung Hatta Wakil Presiden Indonesia yang pertama)

*Perjuangan PMKRI Saat Ini*

Hari ini tepatnya tanggal 25 Mei 2024 seluruh kader PMKRI di Indonesia merayakan hari ulang tahun PMKRI yang 77 tahun saya merefleksikan secara seksama tentang api perjuangan PMKRI hari ini apakah peejuangan PMKRI masih mendalami tiga benang merah? (fraternitas, intelektualitas dan kristianitas) dan apakah PMKRI masih menghayati betul Visi dan Misi perhimpunan yang begitu mulia.

Marwah tertinggi dalam sebuah perjuangan adalah kejujuran, kejujuran yang menuntun kita untuk bertindak sesuai rel organisasi maka PMKRI sebagai organisasi pembinaan, pengkaderan dan perjuangan sudah selayaknya mengobarkan api perjuangan untuk berani tampil beda di semua aspek yang menjadi persoalan di Republik ini.

Seperti orang yang kehilangan arah kehidupan begitulah PMKRI hari ini, watak-watak seperti elit baru, hari demi hari mulai di pertontonkan, pragmatisme politik makin hari makin dimainkan dan juga pada aspek gerakan.

PMKRI bukan lagi seperti singa jalanan yang menjadi aktor dalam mengendalikan poros perjuangan, PMKRI seperti kehilangan arah kaderisasi. Gerakan PMKRI bukan lagi berbasiskan isu central nasional tetapi isu sektoral, gerakan PMKRI bukan lagi berbasiskan warna bendera tetapi berbasiskan warna kulit.

Hubungan kedekatan dengan kekuasaan semakin hari semakin terlihat, sikap PMKRI dalam mengecam kebijakan nasional seperti kontrarevolusi, seolah-olah ada intervensi oligarki dalam tubuh perhimpunan begitu juga pengangkangan konstitusi PMKRI hari ini di biarkan atas nama kepentingan seorang pemimpin hal ini yang membuat PMKRI mengalami kehilangan roh perjuangan, kehilangan marwah sebagai organisasi besar dan seperti domba yang di tarik sana kemari.

Sebagai kader perhimpunan suka atau tidak suka beginilah PMKRI, kejujuran harus di ucapkan demi menjadi evaluasi dan proyeksi untuk kejayaan PMKRI di masa yang akan datang.

Di usia yang ke-77 tahun kita sebagai pewaris sejarah maka saya ingin mengabarkan kepada  kader PMKRI seluruh Indonesia bahwa sudah saatnya kita kembalikan kejayaan PMKRI seperti apa yang diperjuangkan oleh founding father kita dulu, kalau bukan kita siapa lagi kalau bukan sekarang kapan lagi masa depan PMKRI ada di tangan kita dan masa depan PMKRI adalah milik kita.

Perjuangan yang sudah dibangun dengan darah dan air mata harus kita lanjutkan dengan penuh kehormatan karena sebagai kader PMKRI harus tanamkan prinsip bahwa “Tidak ada kehormatan tanpa sebuah perlawanan”.

Mari kader PMKRI seluruh Indonesia kita satukan mimpi dan cita lanjutkan perjuangan untuk PMKRI yang bermartabat dan penuh kehormatan.

Selamat Ulang Tahun yang ke-77 Tahun Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).

Semoga Penah Betah Menusuk Dadah

Opini oleh: Exen Jontona (Ketua PMKRI Cabang Malang Periode 2022-2023)

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version