banner 728x90
Opini  

Kampus Dalam Kuasa Feodalisme dan Liberalisme

Ketua Lembaga Advokasi Hukum dan HAM PP PMKRI, Balduinus Ventura. (Foto: Dok. Pribadi)
banner 468x60

Opini oleh: Balduinus Ventura (Ketua Lembaga Advokasi Hukum dan HAM PP PMKRI)

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam memajukan sebuah bangsa. Salah satu tujuan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

banner 336x280

Proses mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara tentu membutuhkan kelembagaan dan sistem pendidikan yang baik agar bisa melahirkan anak bangsa yang cerdas dan berkarakter.

Sejarah panjang pendidikan Indonesia telah memberikan warna dan kontribusi positif dalam kemajuan bangsa. Pada era kolonial, Belanda dengan politik etisnya membangun institusi pendidikan dengan tujuan agar sumber daya manusia dari bangsa jajahan bisa di eksplotasi Belanda dalam melancarkan misi jajahannya.

Kita disekolahan bukan sekedar untuk membebaskan diri dari pembodohan dan perbudakan tetapi untuk menjadi pekerja diperusahan Belanda walaupun pada ujungnya kesadaran kolektif dalam memperjuangkan kemerdekaan tumbuh dari pahitnya realitas dan kemajuan ilmu pengetahuaan.

Pasca kemerdekaan para founding fathers menegaskan bahwa salah satu tujuan kemerdekaan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu instrument institusional yang dibangun adalah penguatan pendidikan dengan system yang memanusiakan manusia (humanism) bukan menghisap manusia atas manusia yang lain atau (dehumanism).

Ki Hajar dewantara sebagai bapak pendidikan Indonesia menginginkan bahwa konsep pendidikan di Indonesia harus bisa membebaskan manusia dan memerangi kebodohan.

Konsep itu lahir dari refleksi dan realitas yang objektif oleh Seorang Kihajar Dewantara, pasalnya pembodohan dan perbudakan pra kemerdekaan Indonesia itu tak lain akibat dari imperialisasi dan kolonialisasi bangsa barat yang memanfaatkan kebodohan kita untuk meraup kekayaan alam Nusantara.

Konsep pendidikan Humanistik yang digagaskan oleh Kihajar Dewantara membawa Indonesia agar tradisi, kultur dan system pendidikan gaya penjajah harus dihapuskan. Salah satu system pendidikan penjajah dalam bentuk modern dengan meliberalisasi pendidikian.

Praktek liberalisasi pendidikan dan tradisi feodal dalam system pendidikan di Indonesia sudah sangat masif sejak orde baru. Pengaruh capital/modal menjadi parameter utama dalam persaingan warga negara dalam mengakses pendidikan.

Konsep pendidikan dengan gaya barat (liberal) mengakibatkan banyak orang miskin yang terjegal akibat kondisi finansial. Watak kompetetif Individual dalam institusi pendidikan ini diarahkan untuk mengikuti dan tunduk pada rezim sehingga mahasiswa dipaksa untuk menjadi robot oleh kekuasaan bukan manusia.

Lahirnya orde reformasi juga sebetulnya tidak memberikan perubahan yang mendasar terkait watak dan system pendidikan era orde baru karena pengaruh modal dan doktrin kapitalistik terus menjamur.

Banyak kampus yang dibangun hanya untuk kepentingan komersialisasi para pendiri kampus dan pengaruh negara sangat kecil dalam memajukan dan mencerdaskan anak bangsa.

Sebagai fakta miris kita bisa melihat bahwa rangking pendidikan Indonesia selalu terbelakang baik pada level global maupun asia tenggara.

Dalam data kompas.com yang dilansir, world population review 2022, niilai rata-rata IQ penduduk Indonesia adalah 78,49. Skor itu diposisi ke 130 dari total 199 negara

Hasil survey PISA 2018 menempatkan Indonesia pada urutan ke-74 alias peringkat keenam dari bawah dari 79 negara.

Hal ini menunjukan selain factor gizi, ada problem mendasar yang harus dikritisi. Salah satunya ketimpangan system dan tradisi pendidikan yang tidak berorientasi pada daya kritis intelektual.

Pengaruh system liberal dan praktek feodalisme mengakibatkan kampus-kampus sebagai ladang akumulasi profit para individu yang berduit dan mengabaikan hakikat pembebasan dan pencerdasan anak bangsa.

Konsep Liberalisasi Pendidikan

Pada prinsipnya konsep liberal, baik secara genealogi maupun terminologi memiliki makna dan karakter yang sama. Secara terminologi konsep ini memiliki makna tentang kebebasan individu juga secara genealogi konsep ini lahir sebagai pertentangan system feodalisme yang dimana posisi raja mendominasi seluruh kebebasan rakyat sebagaimana kehidupann rakyat Eropa abad XVI persisnya sebelum revolusi industri di Inggris.

Konsep ini juga sebenarnya bermakna positif bila tidak menyatu dengan konsep lain dalam hal ini konsep pendidikan. Liberalisasi pendidikan lahir sebagai bentuk dominasi individu-individu untuk membangun dan atau mengembangkan modal/kapitalnnya dengan cara bersaing dengan individu yang lain.

Praktek dan peradaban liberalisasi Pendidikian di Indonesia bertumbuh subur dan meluas. Banyak lembaga pendidikan lebih khusus perguruan tinggi dibangun dan dikelola oleh orang yang berduit.

Sebagai konsekuensi logis kebebasan individu dengan kekuatan modal, semua orang berlomba-lomba untuk berbisnis dan mendapatkan profit dengan membangun kampus-kampus swasta.

Kehadiran kampus swasta akibat liberalisasi pendidikan mengakibatkan negara semakin kehilangan fungsi dan peran dalam mendistribusikan keadilan pendidikan.

Sempitnya peran negara membuat kebijakan kampus swasta tidak bisa di Intervensi lebih jauh oleh pemerintah. Banyak kampus swasta yang memiliki biaya pendidikan yang tidak menentu, fasilitas pendidikan yang tidak lengkap dan kebijakan yang tidak berkeadilan.

Mayoritas masyarakat miskin sulit mengakses perguruan tinggi selain karena mahalnya pendidikan, negara juga absen untuk mengatur system berkeadilan.

Kehadiran kampus swasta juga tentu banyak berorientasi pada profit artinya keberadaanya tak lain seperti perusahan yang berorentasi pada pengakumulasian modal atau menumpuk kekayaan semata.

Dalam catatan satu tahun belakangan ini media online mamikos, pernah membeberkan data bahwa pemerintah melalui kementrian riset dan pendidikan tinggi pada januari 2021 mencabut Izin 25 Perguruan tinggi swasta di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu alasan pencabutan izin tersebut akibat prakter jual beli Ijazah.

Selain itu, media online CNN Indonesia pernah memberitakan bahwa pertahun 2019, Plt. Kepala lembaga layanan perguruan tinggi wilayah III Jakarta Samsuri mengatakan ada 11 kampus yang ditutup karena salah kelola.

Ini menandakan begitu banyak kampus swasta yang sengaja dibangun hanya untuk kepentingan bisnis pemilik kampus bukan untuk mencerdaskan mahasiswa.

Liberalisasi pendidikan perlu diperketat dan diatur systemnya sehingga pendidikan tinggi tidak hanyan jadi corong bisnis melainkan wadah pencerdasan seluruh masyarakat secara berkeadilan tanpa membeda-bedakan kelas social lebih khusus masyarakat miskin yang selalu menjadi korban dari mahalnya biaya pendidikan.

Feodalisme Pendidikian

Salah satu tokoh pendidikan progresif dunia asal Brasil, Paulo Freire pernah menyatakan bahwa hakikat dari pendidikan adalah membebaskan manusia menuju pembebasan permanen.

Dari gagasan ini kita bisa melihat bahwa system pendidikan yang berlaku di Indonesia masih terbelenggu dengan gaya dan praktek pendidikan yang feodalistik sehingga interaksi dan transaksi gagasan antara dosen dengan mahasiswa atau Guru dengan murid masih dibatasi oleh tembok-tembok moralitas absurd.

Kadang posisi mahasiswa terkesan kaku dan ragu untuk mengkritik dosen secara tajam dikelas. Mahasiswa dididik dengan paradigma kompetetif dan formalistik semata. Orientasi pendidikan tidak merangsang mahasiswa untuk berpikir kritis terhadap realitas yang ada sementara kemiskinan social merajalela dimana-mana.

Feodalisasi pendidikan juga berakibat pada adanya jarak antara pendidik dengan terdidik. Eksistensi pendidikan hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar semata bukan menjawab esensi memerdekakan pikiran dan menjadi manusia yang bebas.

Realitas pendidikan yang berbau feodal tak lain hanya menciptakan mahasiswa robot dan tunduk pada penindasan dan ketidakadilan dikampus dan lingkungan social. 

Tumpulnya daya kritis terhadap kondisi nyata dimasyarakat karena paradigma pendidikan yang di implementasikan dalam praktik dunia perguruan tinggi tidak memaksa mahasiswa untuk berpikir revolusiner dan kontekstual.

Lemahnya diskursus dan dialog yang kritis antara dosen dengan mahasiswa justru membuat kampus sekedar institusi formal yang hanya melahirkan sarjana bukan pemikir dan pendobrak perubahan social.

Masifnya praktek feodalisme dalam system pendidikan di Indonesia hari ini juga sebagai akibat dari tidak adanya dasar dan arah yang jelas dari politik pendidikan itu sendiri.

Padahal kalau kita bandingkan dengan Negara tetangga Singapura, mereka menekankan prinsip bahwa pendidikan sebagai masa depan dari sebuah Negara (The future of a country).

Perancis setelah ledakan revolusi sosialnya pada abad XVII, melahirkan tiga slogan utama liberte, egalite, dan fraternite. Dari sini pendidikan Perancis meletakan dasar paradigma pendidikannya pada nilai kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan. 

Dari sini kita melihat bahwa singapura dan prancis punya konsep dan paradigma yang sama dalam membangun peradaban pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai dasar untuk membangun Singapura dan dengan dasar fraternitas, egalitas dan liberitas Prancis punya prinsip dan arah yang jelas dalam memajukan peradaban pendidikian.

Dari aspek komparatif tersebut seharusnya Indonesia harus punya landasan yang jelas dalam membangun iklim pendidikan yang mencerdaskan dan membebaskan. Suburnya benih-benih feodalisme dalam kampus lahir atas keadaan system pendidikan yang lemah.

Bahkan doktrin pendidikan di Indonesia sekedar meluluskan individu-individu sesuai dengan kebutuhan pasar. Tradisi feodalisme yang mengakar hanya menghasilkan sarjana-sarjana yang siap dipekerjakan bukan mempekerjakan. 

Leadership, manajemenship dan jiwa social mahasiswa semakin kerdil dibawa cengkraman system feodalistik yang mematikan daya kritis.

Pembenahan System

Menguatnya dominasi dan praktek liberalisme dan feodalisme dalam institusi pendidikan di Indonesia menyulitkan anak bangsa keluar dari kubangan kebodohan.

Dalam berbagai level pendidikan, Indonesia selalu terbelakang dalam penguasaan sains dibanding Negara lain. Eksistensi dan esensi pendidikian sebagai ladang pembebasan dan pencerdasan bangsa mengalami kemunduran akibat dari tidak ada pembenahan system yang komprehensif.

Kampus sekedar ajang pertunjukan fashion show bukan intelectual show. Tradisi liberalistik dan feodalistikik mengubah mindset kampus sebagai objek memanusiakan manusia menjadi institusi komersialisasi system pendidikan Indonesia harus kembali pada spirit awal kemerdekaan untuk mencerdaskan bangsa dan menghapus segala bentuk diskriminasi dan eksploitasi sistemik.

Pendidikian Indonesia harus berlandaskan dan mencerminkan nilai-nilai pembebasan dan kolektivitas warga egara. Pendidikan sebagai alat pembebasan harus dijadikan indoktrinasi bahkan idiologi untuk semua kampus. 

Negara harus berperan penuh dalam mengarahkan system pendidikan yang bermuara pada keadilan dan kesejahteraan social. Kurikulum pendidikan harus didesain untuk membentuk karakteristik dan intelektualitas mahasiswa yang berpihak pada masyarakat luas gagasan social justice yang terdapat pada pada butir kelima harus diterjemahkan secara universalitas dan radikal oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan terutama dalam konteks pendidikan.

Konsep keadilan social harus diterjemahkan dan di Implementasikan dalam praktek pendidikan di Indonesia. Soekarno pernah berkata bahwa salah satu tujuan Pancasila adalah mengusir imperialisme yang penuh dengan watak penindasan, pemiskinan dan pembodohan. 

Praktek liberalisasi pendidikan sebagai bentuk modern dari system imperialisme harus dilawan oleh negara melalui system dan kurikulum yang berbasis kerakyatan dan keadilan.

System pendidikan yang lahir dari spirit dan nilai pembebasan bisa meminimalisir dominasi kelas atas dalam mengendalikan pendidikan di Indonesia. Dominasi dari individu berduit dalam membangun dan mengatur kampus dengan tujuan akumulasi profit hanya berujung pada pencerdasan dan pembebasan yang ilutif.

Determinasi feodalistis banyak melahirkan individu-individu yang justru memikirkan dirinya sendiri sehingga kelompok mayoritas terus terdiskrimunasi dan terkubang dalam system yang cenderung mengistimewakan orang kaya.

Banyak orang miskin sulit mengakses pendidikan tinggi karena mahalnya biaya pendidikan. Hal ini terjadi karena urgensi pendidikan tinggi sebagai wadah pembebasan diatur dengan gaya komersil melalui pembangun swasta.

Negara sebagai pembuat kebijakan harus mampu menelaah dan membenahi system pendidikian di Indonesia secara mengeluruh.

Tugas konstitusionalitas pemerintah sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 harus diwujudkan.

Proses pencerdasan bangsa sebagai tugas utama Negara harus mampu mewujudkan hak orang miskin setara dengan hak orang kaya dalam mengakses pendidikian.

Pemerintah juga dituntut untuk merubah tradisi feodalisme menjadi egalitarianisme dalam artian proses pendidikan harus mengarah pada kritisisme dan prinsip kesetaraan antara dosen dan mahasiswa sehingga pendiskusian, transaksi gagasan dan perdebatan antara dosen dan mahasiswa tidak dibatasi oleh moralitas yang absurd.

Mahasiswa diberi ruang kebebasan dan leluasa untuk berdebat dan mengkritisi dosen secara tajam. Perubahan system dan paradigma pendidikan Indonesia harus berbasiskan pada pemikiran dan gagasan Ki Hajar Dewantara dan Paulo Freire, agar pembebasan anak bangsa dari kubangan kebodohan dan proses memanusiakan manusia lahir dan tumbuh dari kampus.

Hanya dengan itu, ketertinggalan dan keterbelakangan pendidikan Indonesia dari negara lain bisa jauh lebih maju. (***)

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version