banner 728x90
Opini  

Pancasila Cerminan Budaya

Andreas Nanda Kurnia, S.Pd (Ketua PMKRI Madiun 2021-2022)
banner 468x60

RUBRIKA – Tanggal 1 Juni menjadi sebuah peringatan dan momentum besar bagi bangsa Indonesia.

Pada tanggal tersebut, tercetuslah gagasan mengenai lima dasar negara Indonesia oleh Soekarno dalam sidang BPUPKI. 

banner 336x280

Dari gagasan mengenai lima sila yang disampaikan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni, kemudian dirumuskan menjadi dasar dan ideologi negara Indonesia hingga saat ini. 

Dasar negara yang termaktub dalam lima sila tersebut merupakan hasil buah pemikiran dan refleksi mendalam Soekarno akan bangsa Indonesia itu sendiri. 

Pancasila bukanlah hasil dari adopsi ideologi bangsa lain, melainkan pencarian terdalam akan hakikat terdalam bangsa Indonesia sendiri. 

Sehingga dapat dikatakan bahwa Soekarno mengusulkan dasar negara Pancasila bertolak dari natura manusia Indonesia itu sendiri yang telah dihidupinya selama bertahun-tahun, jauh sebelum Indonesia merdeka.

Mengenai dasar negara Pancasila, dalam pidato Soekarno pada sidang BPUPKI secara garis besar dikemukakan mengenai: kebangsaan, perikemanusiaan, mufakat, kesejahteraan sosial dan ketuhanan. 

Kelima prinsip tersebut diambil dengan berkaca pada realitas bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat, dan sumber daya alam yang begitu melimpah. 

Prinsip kebangsaan dikemukakan agar mempersatukan seluruh masyarakat dari sabang sampai merauke dan merasa diri mempunyai satu bangsa dan tumpah darah yang sama dengan landasan sebangsa, setanah air, senasib dan seperjuangan.

Disamping itu pula, sejarah pernah mencatat bahwa adanya kesatuan pada zaman kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. 

Prinsip kedua yakni perikemanusiaan dikemukakan dengan maksud agar bangsa Indonesia tidak jatuh pada chauvinisme, karena perlu disadari bahwa bangsa Indonesia menjadi bagian dari seluruh umat manusia di dunia. 

Prinsip ketiga mengenai mufakat dikemukakan agar kehidupan berbangsa dan bernegara ditentukan dari hasil perjuangan ide seluruh masyarakat Indonesia. 

Sehingga dapat diperoleh ide dan gagasan yang mampu membawa kebaikan bersama hidup berbangsa dan bernegara. 

Prinsip keempat kesejahteraan sosial, prinsip ini dikemukakan dengan harapan bangsa Indonesia yang kaya akan sumber daya alamnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, sebab kata Soekarno semua buat semua dan Indonesia buat semua. 

Kemudian yang terakhir ialah prinsip ketuhanan, dalam hal ini ketuhanan yang berkebudayaan. 

Hal ini dikemukakan Soerkarno karena melihat bahwa di Indonesia tidak hanya ada satu agama, tidak hanya ada satu aliran kepercayaan. 

Sehingga dengan prinsip ketuhanan yang berkebudayaan diharapkan seluruh masyarakat tidak ada yang jatuh pada egoisme agama, melainkan saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain.

Dalam pidatonya Soekarno memberikan alternatif kepada peserta sidang dengan memerasnnya menjadi 3 yakni trisila yang didalamya terdapat socio-nationalism (perasan dari kebangsaan dan kemanusiaan), socio-democratie (perasan dari keadilan sosial dan kerakyatan/mufakat) dan ketuhanan. 

Tidak hanya berhenti sampai disitu, Soekarno memerasnya lagi menjadi ekasila yaitu: gotong royong. 

Hal itu dikarenakan dari kelima sila yang telah disampaikan pertama kali terkandung nilai gotong royong. 

Gotong royong menjadi sebuah nilai dan semangat asli bangsa Indonesia yang telah ada sejak dahulu kala, jauh saat masih menggunakan system kerajaan. 

Meskipun istilah gotong royong baru dipromosikan dan diperkenalkan secara luas oleh Soekarno. 

Namun, nilai tersebut telah dihidupi oleh bangsa Indonesia di berbagai daerah dengan nama dan istilah yang berbeda. 

Sehingga dapat dikatakan bahwa gotong royong menjadi perasaan, jiwa dan semangat dari Pancasila yang lahir dari natura manusia Indonesia.

Dari gotong royong yang menjadi nilai khas bangsa Indonesia, maka akan sangat mudah untuk mengkaitkannya dengan budaya yang berkembang di Indonesia. 

Sebagai nilai asli dan khas bangsa, tentu tidak akan bertentangan dan berseberangan dengan budaya yang selalu dihidupi di dalam masyarakat. 

Sebab, gotong royong itu sendiri merupakan budaya masyarakat Indonesia yang telah dihidupi sejak lama dan telah membumi di negara Indonesia. 

Hal itu dapat dilihat dari budaya masyarakat lokal yang dilakukan dengan menghidupi semangat dan nilai gotong royong, contohnya dalam masyarakat jawa ada budaya “gugur gunung”. 

Dalam kegiatan tersebut masing-masing warga masyarakat saling bahu membahu untuk membangun sesuatu, biasanya yang akan digunakan secara bersama-sama seperti fasilitas umum. 

Sehingga dapat dimengerti dan dipahami bahwa gotong royong dengan budaya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Pancasila yang memiliki jiwa, perasaan dan semangatnya adalah gotong royong, sedangkan gotong royong sendiri tidak dapat dipisahkan dengan budaya masyarakat Indonesia. 

Hal itu menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara budaya dan Pancasila, sebab dalam kedua hal tersebut didalamnya dijiwai oleh gotong royong. 

Dengan demikian, bisa dikatakan bila budaya lokal masyarakat Indoenesia memudar maka nilai gotong royong pun akan memudar dan pengamalan Pancasila akan berkurang dalam kehidupan berbangsa bernegara.

Dewasa ini, kebudayaan mulai memudar, nilai gotong royong mulai berkurang dalam berbagai segi kehidupan, begitupun dengan Pancasila. 

Itu semua tidak dapat dilepaskan dari tantangan bangsa Indonesia yang terus mengalami perkembangan akan peradaban zaman, dimana semakin berkembangnya faktor pemicu yang dapat menghancurkan budaya dan Pancasila, seperti westernisasi (paham barat), modernisasi dan globalisasi.

Maka sebagai masyarakat Indonesia yang merasa memiliki bangsa ini sudah seharusnya merawat Pancasila dengan terus melestarikan budaya dalam kehidupan sehari-hari dan menunjukkan semangat gotong royong dalam berbagai segi kehidupan. Sebab, Pancasila merupakan cerminan budaya. (***)

Opini oleh: Andreas Nanda Kurnia, S.Pd (Ketua PMKRI Madiun 2021-2022)

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version