banner 728x90

Menakar Kesiapan Finansial Partai Gerindra Menuju Pilpres 2024

Mahasiswi Pascasarjana Ilmu Politik UI, Fanda Puspitasari. (Dok. Pribadi)
banner 468x60

Oleh: Fanda Puspitasari (Mahasiswi Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Indonesia)

Kacakapan modal finansial bagi sebuah partai politik merupakan salah satu aspek fundamental untuk menjaga idealisme dalam mencalonkan kader terbaik pada kontestasi Pilpres. Pada dasarnya, setiap partai politik tentu memiliki sistem kaderisasi untuk mempersiapkan embrio atau regenerasi yang siap membawa visi partai. Namun, seiring perkembangannya, tidak jarang adanya partai yang mencalonkan seseorang yang bukan lahir dan tumbuh secara langsung dari rahim kaderisasi partai. Hal ini tentu sangat disayangkan dan memunculkan suatu pertanyaan, apakah sistem kaderisasi partai memiliki patologi sehingga harus mencalonkan orang “asing” dalam kontestasi pemilu untuk mewakili partainya?

banner 336x280

Dalam perkembangannya, sejumlah partai terlihat mengesampingkan hal tersebut demi seseorang dengan nama atau modal sosial serta finansial yang besar. Kekuatan keuangan partai dalam pemenangan pemilu merupakan aksioma yang nyata. Artinya modal finansial yang dimiliki oleh sebuah partai agar tidak mudah tersendera oleh para bandar yang kemudian bisa menjadi “bandit” dalam kontestasi Pilpres menjadi ihwal primer yang tidak bisa disepelehkan.

Partai Gerindra merupakan salah satu partai besar yang besar kemungkinan akan kembali bertarung dalam kontestasi Pilpres 2024. Sosok kuat yang diperkirakan akan kembali dicalonkan adalah Ketua Umum Partai, Prabowo Subianto. Meskipun Prabowo sendiri telah menyatakan bahwa capres tidak harus dirinya, akan tetapi dominan DPD partai telah menyatakan kebulatan tekad untuk kembali mengusung Prabowo pada gelanggang kompetisi Pilpres 2024. Meskipun jika melihat dinamika politik Pilpres yang sudah-sudah, calon pasti dalam Pilpres juga merupakan sebuah misteri tersendiri. Namun gelagat yang dapat ditangkap hari ini, besar kemungkinan jika Prabowo menjadi satu-satunya sosok paling kuat yang lahir dari rahim kaderisasi partainya untuk masuk dalam bursa pencalonan Pilpres mendatang.

Sejenak kilas balik, pada putaran Pilpres 2019 lalu, berdasarkan Laporan Penerimaan Sumber Dana Kampanye (LPSDK), Partai Gerindra sendiri menggelontorkan dana sebesar 1,39 Miliar untuk dana kampanye mereka. Prabowo Subianto sendiri menghabiskan dana sebesar 13,5 Miliar dalam perhelatan Pilpres tersebut. Sementara, sumber dana tertinggi berasal dari kantong Sandiaga Uno yang merupakan calon Wakil Presiden dengan nominal 39,50 Miliar. Maka dapat diartikan jika Partai Gerindra telah mengusung kadernya sendiri namun juga melihat sosok lain sebagai wakil dengan nama besar serta kecakapan finansial yang juga kuat. Hal ini sebenarnya suatu sikap yang sulit dihindari, lantaran ongkos politik yang dikeluarkan dalam pertarungan Pilpres mengharuskan ketersediaan dana yang sangat besar, maka konsekuensi logisnya adalah berkongsi dengan sosok yang memiliki basis finansial kuat. Ya pada akhirnya menjadi buah simalakama, pahit nan rumit.

Menjelang perhelatan Pilpres 2024, terdapat banyak asumsi abstrak dan partai-partai sendiripun juga masih melakukan “bongkar pasang” bakal calon. Namun, apakah Partai Gerindra mampu kembali mengusung kader partainya atau bakal “mengalah” dan menjadi followers saja? Jika melihat data laporan keuangan terakhir Partai Gerindra pada tahun 2020, sumber keuangan terbesar partai adalah dari iuran DPRD provinsi, kabupaten dan kota. Adapun sumber lain keuangan partai yakni dari iuran DPR RI, dana bantuan partai politik, sumbangan pihak lain, sumbangan pengurus dan pendapatan lain-lain. 

Secara empiris dapat dinilai bahwa Partai Gerindra dalam upaya persiapan Pilpres 2024 juga sedikit banyak akan melakukan hal yang sama. Jika nama kuat seperti Prabowo Subianto kembali dikerucutkan, maka pola yang paling relevan adalah dengan menggandeng calon wakil yang memiliki nama besar dan modal finansial yang kuat, jika calon pasangannya berasal dari kader non partai. Rerata jika hanya mengandalkan dana kampanye yang hanya bersumber dari partai, apalagi jika partai tersebut bermain solo player, maka menjadi hal yang sangat sulit. Secara otomatis opsi kongsi dengan bandar lain menjadi solusi alternatif yang dapat dilakukan oleh partai untuk memenangkan Pilpres 2024. Namun kemungkinan alternatif lain juga dapat terjadi jika Gerindra berkongsi dengan kader dari partai lainnya. Dan hal ini dapat juga meminimalisir terjadinya “sanderaan” dari para bandar diluar partai. 

Kekuatan anggaran memang menjadi salah satu alat penting dalam politik (political tools). Bantuan keuangan kepada partai politik sendiri telah termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009. Pasal 2 ayat 1 dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa “Bantuan keuangan kepada Partai Politik dari APBN/APBD diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah setiap tahunnya”. Sementara terkait besaranya diatur dalam ayat 3 yang berbunyi “Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara proporsional yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara”. 

Saat ini Gerindra adalah partai kedua terbesar di Indonesia berdasarkan hasil perolehan suara Pemilihan Umum Legislatif 2019, dan merupakan partai terbesar ketiga di DPR dengan total sebanyak 78 kursi. Melalui pendanaan partai dari pemerintah, seharusnya Gerindra mendapatkan dana yang relatif besar diantara partai-partai lainnya. Akan tetapi, kita dapat melihat bahwa Pilpres 2024 tentu akan merogoh kocek yang cukup besar daripada Pilpres sebelumnya. Artinya dalam konteks ini besar kemungkinan dana bantuan dari pemerintah dan dana yang didapat dari sumber lainnya tidak sepenuhnya mampu menutup kebutuhan partai dalam pencalonan Pilpres. Oleh sebab itu, setiap partai besar termasuk Gerindra akan mencari sumber pendapatan lain untuk mendapatkan kemenangan dalam Pilpres mendatang. Hal ini akan benar terjadi jika Prabowo dibulatkan namanya dalam kandidat calon presiden sebagai representasi dari Partai Gerindra. 

Kecakapan finansial partai adalah hal fundamen dalam kontestasi Pilpres mendatang. Strategi dalam menghimpun ongkos politik juga menjadi hal pokok untuk disikapi secara tepat. Hal ini menjadi penting karena untuk menghindari beberapa kemungkinan, salah satunya adalah sanderaan dari para bandar yang memiliki modal kuat dan dapat membawa pengaruh besar dalam situasi Pilpres kedepan. Sangat menarik untuk dinantikan, apakah Partai Gerindra dengan takaran pendapatan seperti yang dijabarkan sebelumnya mampu untuk mengusung kader terbaiknya? Ataukah justru akan menggunakan skema lain? Atau bahkan akan terjadi kemungkinan bagi Gerindra untuk terbawa oleh arus ongkos politik yang super mahal sehingga “mengalah” untuk tidak mencalonkan kader yang lahir dari rahim partainya sendiri? Bagaimana jawaban real politiknya? Kita saksikan bersama!

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version