banner 728x90
Opini  

Masa Depan Pertanian Sumenep: Cara Pandang dan Peran Pemudanya

Jurnalis Muda, Muhammad Iqbal. (Foto: Dok. Pribadi)
banner 468x60

– Sebuah Pengantar – 

Sektor pertanian di Kabupaten Sumenep baru-baru ini disoroti seluruh elemen masyarakat. Terlepas dari semua fakta negatif yang dibeberkan oleh kelompok tertentu tentang pertanian, namun itu tak menjadi soal bagi OPD terkait (Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian) hingga memberhentikan langkah, memberhentikan kerja untuk menyejahterakan para petani di Bumi Sumekar. 

banner 336x280

Jika saya tak menulis ini, maka semua karya petani bersama penyuluh akan terlalap, seperti tak ada sama sekali dan tak tersisa sedikitpun.

Tentu, produksi beras merah dan beras premium yang sudah diproses sedemikian rupa oleh petani melalui pendampingan secara teknis penyuluh Guluk-Guluk, lalu produksi kopi salah satu kelompok wanita tani di Ganding bersama penyuluhnya, lenyap tak diketahui publik. 

Keduanya adalah sekian dari hasil produk Kepala DKPP Sumenep Arif Firmanto bersama tim dan petani yang kini dijual, bahkan berjejer di antara produk moncer lainnya di salah satu market besar. Market ‘Santri’, misalnya. 

– Katanya Mengawal Kebijakan  – 

Seluruh elemen tentu memiliki hak untuk menyampaikan kritik, pendapat dan saran. Kebebasan tersebut telah disandang siapapun, tak terkecuali, dari mahasiswa, aktivis hingga pemerhati kebijakan publik. 

Heran saya, kebebasan yang dimaksud malah menjadi ‘bungkus’ untuk hanya mencari-cari kesalahan, mencecar bahkan tak sedikit malah mengundang pesimistis. 

Dengan tanpa menyebut pelaku dan mengulas panjang terkait bagaimana masalah yang saya sebut sebelumnya itu berjalan. 

Saya berpikir panjang untuk memberikan pendapat semacam ini, tentang pola berpikir subjektif yang hidup menyeruak, merasuk di tengah-tengah kehidupan demokrasi di kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Madura ini. 

Dengan penuh sadar dan tanggungjawab, saya melihat adanya suatu kelompok atau pihak-pihak di kabupaten ini yang dengan entengnya menulis, mempublish dan menyebarkan janggalnya kebijakan-kebijakan. 

Sekali lagi, saya tegaskan, poin yang saya permasalahkan bukan kritiknya, tetapi hilangnya keseimbangan antara menulis prestasi, penghargaan dengan kejanggalan atau yang biasa dikenal sebagai semacam kekeliruan dalam merealisasikan suatu kebijakan. 

Jika memang alasannya adalah mengawal kebijakan, maka lucu jika yang dikawal hanya beberapa kebijakan yang terkendala, sedang kebijakan yang lancar realisasinya, malah hilang dari perhatian pikiran dan mata. 

Secara leksikal, mengawal artinya berupaya untuk menyelamatkan seseorang dari sesuatu yang bisa berisiko buruk. 

Namun, jika diturunkan maknanya menjadi mengawal kebijakan. Biasanya diartikan sebagai upaya untuk membantu seseorang pada kubangan kebijakan yang terkendala sebab-sebab tertentu. 

Padahal, baik atau buruk realisasinya kebijakan itu, jika tetap dipublish, maka ia masih dalam kapasitasnya sebagai nilai dan substansi dari mengawal kebijakan. 

Dipertegas lagi, lalu kenapa yang mutakhir dikawal hanya kebijakan-kebijakan yang terkendala, itu yang diperhatikan. Sementara yang berprestasi, bersubstansi pada kebijakan lainnya, malah hanya didiamkan. 

Hemat saya, dengan hanya berfokus mengawal langkah yang keliru yang ditetapkan, dalam hal ini DKPP Sumenep, lalu menyampingkan produk dan karya unggul lainnya, bukankah itu berarti menggiring opini negatif dari masyarakat hingga hal tersebut telah melenceng dari makna kata ‘mengawal’ seperti diulas sebelumnya. 

Karena, pikir saya, penggiringan opini negatif berarti mengajak orang berkerumun untuk membenci sesuatu, menghakimi sesuatu dan mencela sesuatu. 

Tentu, mengajak orang membenci sesuatu bukan tindakan untuk menyelamatkan. Lebih tepatnya, tindakan tersebut merupakan upaya memecah belah, mengadu domba. 

– Wujudkan Pertanian Maju dan Modern – 

Tagline “Pertanian Maju dan Modern” sering kita temui pada platform media sosial Kementerian Pertanian serta turunannya tingkat provinsi dan kabupaten atau kota. 

Yang saya pahami dari tagline tersebut, pertanian di era seperti saat ini perlu diterapkan melalui kecanggihan teknologi hingga nanti bisa tercapai misi memajukan sektor pertanian sekaligus menyejahterakan masyarakat Republik Indonesia. 

Tagline itupun akhirnya sampai pada Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Sumenep, Arif Firmanto.

Terbukti, melalui berbagai wawancara yang pernah saya lakukan dengan beliau, tagline ini menjadi sugesti yang paling sering saya dengar, jika ditanya rumusan dan ancang-ancang tentang program pertanian di Bumi Sumekar. 

Dalam pernyataannya, Bapak Arif selalu menyandingkan tagline tersebut dan peran pemuda. Seolah-olah perwujudan dari “Pertanian Maju dan Modern” berada pada pundak  pemuda. 

“Bahwa kemajuan pertanian di masa mendatang juga ada peran pemuda di sana,” ungkapnya, dengan nada optimis.

Tak lupa orang nomor satu di lingkungan DKPP Sumenep itu menambahkan, bahwa pertanian telah menjadi lifestyle baru pada sejumlah negara-negara besar.

“Jangan minder, sektor pertanian ini telah jadi seperti kebiasaan baru bagi masyarakat negara-negara maju,” katanya lagi. 

Tanpa pikir panjang saya pun menyetujuinya. Hemat saya, Kelompok Wanita Tani di Guluk-Guluk dan Ganding saja berhasil memproduksi beras dan kopi.

“Apa iya pemuda kalah pada orang-orang tua ini, secara kebugaran dan daya pikirnya lebih kuat toh?”. 

Di beberapa kesempatan pertemuan selanjutnya, Pak Arif kemudian menyampaikan kabar gembira. Keinginannya untuk melihat pemuda untuk menjadi penggerak di sektor pertanian, perlahan mulai diamini oleh alam semesta. 

Alam semesta kemudian menghadirkan anak muda di Kecamatan Lenteng yang kabarnya bakal panen sukses pada bulan puasa tahun 2023. 

Kata Pak Arif, pemuda asal Daramista ini bertani atas inisiatifnya sendiri kemudian meminta pendampingan secara teknis pada penyuluh pertanian kecamatan setempat. 

Berdasarkan keterangan Koordinator Penyuluh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Lenteng, Bambang Djasmono menyebut, pemuda yang akrab disapa Oyik itu adalah salah satu petani muda yang telah meraup keuntungan berlipat karena keuletannya menanam, merawat dan mengolah tanaman cabai. 

“Petani Milenial Sumenep yang panen pada bulan puasa kemaren (2023, red) itu adalah Oyik. Ia sendiri yang meminta kami untuk mendampinginya secara teknis, dari penanaman hingga perawatan,” ungkapnya, dengan wajah bahagia. 

Saya berani berkata, sosok seperti Oyik perlu dijadikan semacam percontohan, Oyik berkemungkinan memiliki pendapat berbeda tentang bagaimana seharusnya pemerintah melayani masyarakat. 

Saya berprediksi, jalan kritik Oyik tersebut tak ia bentangkan luas dengan mencecar, memaki atau bahkan menggiring opini subjektif. Ia sadar bahwa mungkin ada keadaan-keadaan yang tidak bisa diraba pemerintah yang datangnya secara tak diduga. 

Oyik memilih jalan mendatangi, menanyakan dan berkolaborasi. Kendati sebenarnya dalam kesempatan tersebut, ia juga menyatakan kritiknya, secara santun. (***)

***Opini oleh: Muhammad Iqbal (Jurnalis Muda)

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version