banner 728x90
Opini  

Degradasi Partai Politik dan Kedaulatan Rakyat

Ketua Lembaga Advokasi Hukum dan HAM PP PMKRI, Balduinus Ventura. (Foto: Dok. Pribadi)
banner 468x60

RUBRIKA – Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi ketiga terbesar di dunia.

Sebagai negara yang menganut system demokrasi tentu tidak terlepas dari pengaruh dan implikasi partai politik baik dalam proses pengambilan kebijakan politik maupun dalam tahap penominasian pasangan calon presiden/wakil presiden, dewan perwakilan rakyat hingga kepala daerah.

banner 336x280

Partai politik sebagai kendaraan politik memiliki fungsi yang sangat strategis dan dinamis dalam merebut kekuasaan.

Pada era reformasi dengan system politik yang semakin terbuka, mayoritas golongan elite berlomba-lomba untuk mendirikan partai politik mengatasnamakan demokrasi dan kebebasan warga negara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Banyaknya partai politik membuat masyarakat bingung bahkan bertanya-tannya terkait urgensitas substansial terkait kehadiran partai politik yang makin hari makin banyak dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Sementara disisi lain rakyat menyangsikan terkait dengan fungsi dan peran utama partai politik sebagai instrument pendidikan politik, perjuangan dan perwujudan keadilan dan kemakmuran rakyat.

Rakyat merasa psimistis dengan dinamika dan orientasi partai politik yang terkesan hanya memperjuangkan kepentingan golongan tertentu, oligarkis, dan kapitalistis.

Hampir tidak ada partai yang memiliki idiologi yang jelas, minimnya diskursus persoalan kerakyatan yang mendasar hingga mengedepankan logika pragmatis kepartaian dengan menyesampaikan kepentingan rakyat

Padahal dalam tradisi awal kemerdekaan eksistensi partai politik sangat jelas dan memiliki standar idiologis,orientasi perjuangan yang tegas.

Pendirian partai politik lahir atas keresahan yang dialami oleh rakyat berdasarkan kepentingan idiologisnya baik yang beraliran nasionalis, sosialis maupun (agamis) islam.Nafas dan perjuangan partai politik tak lain untuk memperjuangkan cita-cita, nilai dan memperbaiki kehidupan rakyat.

Partai politik tidak tenggelam dengan gelombang pragmatisme dan transaksionalisme elitis karena pengakaran idiologis kepartaian,figuritas dan progresifitas dari nilai yang diperjuangkan.

Gagalnya Partai Politik

Dibalik misi mulia partai politik dalam memperjuangkan dan menegakan kedaulatan rakyat, partai politik juga terlihat gagal dalam banyak hal terutama system dan mekanisme internal hampir semua partai politik di Indonesia.

Dalam parapolitika journal of politics and democracy, Sri Lestary Wahyuningroem menjelaskan setidaknya ada beberapa masalah-masalah partai politik di Indonesia mulai dari korupsi, politik uang, rapuhnya politik representasi, kaderisasi anggota, internal partai yang tidak demokratis dan ada beberapa masalah lainnya.

Masalah korupsi tentu tidak asing lagi dalam perpolitikan Indonesia, kader partai politik yang seharusnya menjadi pejuang sekaligus pelayan rakyat justru berbalik membunuh hak-hak rakyat.

Bahkan banyak koruptor yang bersarang dibalik partai politik dan ditutupi dengan slogan-slogan dan propaganda pro rakyat sementara pada saat yang sama rakyat dibiarkan bodoh, miskin dan terlantar dari haknya untuk memperoleh keadilan dan kesejahteraan.

Korupsi sebagai extraordinary crime harusnya dicegah oleh elit politik dan partai politik melalui penguatan system anti korupsi yang ketat dan kuat.

Dalam konteks, Rapuhnya politik representasi dikalangan penguasa berakibat pada rusaknya system politik yang berkiblat pada keadilan dan kesejahteraan rakyat sulit untuk di capai.

Kedaulatan rakyat hanya sekedar slogan konstitusinal elitis untuk menambal legitimasi melalui pemilu.

Aspirasi dan kepentingan rakyat tidak lagi diprioritaskan kecuali aspirasi kepentingan golongan, kelompok bahkan untuk kepentingan pragmatis partai.

Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tergadaikan dan menjadi objek bisnis dengan untuk kepentingan para elit.

Pada aspek yang lain, kaderisasi anggota partai politik selalu menjadi masalah dalam memproduksi kader-kader bangsa dan representator rakyat dalam mengisi jabatan public.

Pasalnya banyak partai politik sekedar merekrut anggota tanpa kaderisasi dan doktrin kepartaian yang idiologis.

Konsekuensinya kader hanya sekedar robot dan alat partai tanpa punya independensi, integritas dan gagasan kerakyatan yang compatible dengan perjuangan partai.

Akibat lainnya kader dituntut untuk ditunggangi capital/uang untuk memenangkan kompetisi baik di Internal partai maupun dalam dunia electoral.

Problem lain terkait matinya suasana demokratisasi dalam partai menjadi penyakit dalam dinamisasi dan elaborasi gagasan dalam merumuskan dan mengeksekusi visi kepartaian.

Kultur feodalisme dalam struktur kepartaian yang kuat menyebabkan system keterbukaan ide,pemikiran dan diskursus idiologis.

Kader partai tidak lagi berani mengkritik apalagi menentang kebijakan partai yang cendrung eksklusif, koruptif bahkah tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi sehingga kader hanya tunduk dan taat pada pimpinan partai dengan mengabaikan kepentingan publik

Mewujudkan Kedaulatan Rakyat Melalui Penguatan Partai

Dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar 1945 dengan tegas menyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat.

Artinya sebagai pemilik kedaulatan, rakyat memiliki peran yang besar dalam memilih, mengontrol dan mengganti seorang pemimpin melalui mekanisme konstitusional.

Dalam proses perwujudan hak konstitusionalnya rakyat tidak terlepas dari peran partai politik untuk menjembatani aspirasinya melalui representasi politik.

Dalam proses representasi dan perjuangan aspirasi rakyat tentu partai politik dituntut untuk bertindak sesuai dengan nilai, cita-cita dan idiologi partai yang sejalan dan senafas dengan kepentingan rakyat.

Partai politik perlu ada perombakan secara total baik secara systemic maupun cultural sehingga keadilan, kesetaraan dan kemakmuran rakyat dapat diwujudkan melalui politik representasi yang kuat, independen dan bermutu.

Proses reformulasi dan rekonstruksi system kepartaian setidaknya bisa dimulai dari proses perekrutan, pendidikan (kaderisasi) hingga proses filterisasi calon pemimpin yang akan mengemban amanah rakyat.

Perekrutan anggota partai politik di semua partai politik perlu ada keterbukaan dan proses yang ketat sehingga anggota partai politik benar-benar direkrut secara selektif, kualitatif dan kompetetif bukan berdasarkan transaksi gelap dan tukar tambah modal/capital semata.

Selain itu, partai politik wajib melakukan proses pendidikan dan kaderisasi terhadap semua anggota partai politik dalam memahami, menghayati dan memperjuangkan visi-misi partai secara mengakar dan mendalam.

Dengan adanya tradisi kaderisasi yang kuat partai politik bisa menghasilkan kader yang berkualitas, integritas, visioner, dan progresif serta konsistensi dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Para kader tidak lagi muda terjebak dalam arus pragmatis-oportunis (koruptif).

Tahap selanjutnya partai politik dituntun secara etis dan idiologis untuk menominasikan para kadernya yang telah teruji, matang dan kompeten dalam dinamika dan pemahaman terkait esensialitas dari kedaulatan rakyat sehingga mereka tak lagi menjadi alat, robot dan symbol ketika menjadi pejabat public melainkan berprinsip atas nilai, amanah rakyat dan cita-cita besar rakyat baik dalam mewujudkan keadilan maupun kesejahteraan.

Jadi, esensi dan perwujudan kedaulatan rakyat tidak terpisahkan dari proses penguatan partai politik secara total dan menyeluruh sehingga demokrasi dan fungsi partai politik yang begitu strategis dalam menentukan kebijakan politik dapat memperbaiki dan mengubah nasib rakyat sebagai tuan dari demokrasi. (***)

Opini oleh: Balduinus Ventura || Ketua Lembaga Advokasi Hukum dan HAM PP PMKRI

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version