banner 728x90
Opini  

Pembungkaman Demokrasi oleh Kelompok Micro Fasis di Kampus

Kelompok Cipayung. (Foto: Ist)
banner 468x60

RUBRIKA – Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus di Universitas Brawijaya adalah sebuah seremoni bagi Mahasiswa Baru untuk lebih dalam mengetahui bagaimana mahasiswa belajar dan berdialektika secara intelektual di lingkup kampus.

Tentu ini adalah momentum peralihan tingkat pendidikan adik-adik dari Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan yang akrab disebut sebagai siswa menjadi mahasiswa.

banner 336x280

Karena menyandang predikat Mahasiswa tentunya cara berpikir atau bernalar pun harus bisa bertransformasi menjadi progresif.

Dalam rangkaian kegiatan PKK Maba Universitas Brawijaya ini dimulai dengan pengenalan kelembagaan di kampus baik dari tingkat mahasiswa atau LKM dan UKM sampai jajaran dosen, dekanat, hingga rektorat.

Kemudian bagaimana mengetahui sarana dan prasarana kampus, alur birokrasi di kampus dari awal kuliah hingga selesai kuliah nanti, yang mana mahasiswa baru harus tau seluk beluk perkuliahan nanti yang akan mereka tempuh sampai empat tahun kedepan.

Tentunya kita mengharapkan Kegiatan PKK Maba UB ini berkualitas sehingga menghasilkan output yang konkret dan bisa berekskalasi lebih baik menciptakan prestasi secara akademik maupun non akademik.

Sebagai civitas akademika yang dikenal dengan sebutan agent of change, iron of stock dan social control tentu tugas utama kita bukan hanya belajar di dalam ruang kelas atau lingkup kampus tapi juga bisa terjun ke masyarakat dan menerapkan apa yang sudah kita dapatkan didalam kampus sebagai bentuk mengimplementasikan value Tri Dharma Perguruan Tinggi. 

Seperi halnya dalam kegiatan mahasiswa, ada 2 jenis organisasi kemahasiswaan antara lain intra kampus dan ekstra kampus. Yang tentu setiap sektor mempunyai peran dan fungsinya masing-masing. 

Kita mulai dari organisasi intra kampus; yang mana merupakan organisasi yang dinaungi oleh Universitas mulai dari tingkat jurusan seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), di tingkat fakultas ada Lembaga Kedaulatan Mahasiswa (LKM) seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Lembaga Semi Otonom (LSO), di tingkat Universitas ada Eksektif Mahasiswa (EM) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang beragam dan tentu sebagai mahasiswa kita berhak memilih sesuai dengan minat dan bakat kita. 

Karena dengan mengikuti organisasi di kampus bisa menunjang portofolio kita kelak, berelasi dengan banyak orang dari berbagai latar belakang, soft skill tentang manajemen organisasi dan problem solving sekaligus sebagai ajang regenerasi kepengurusan organisasi selanjutnya.

Kedua ada juga organisasi ekstra kampus atau yang kerap disebut sebagai “Omek” yang terkadang di lingkup Universitas Brawijaya sendiri kerap dipandang dengan stereotype negatif oleh kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai “Anti Omek (AO)”.

Kelompok inilah yang kemudian saya cap sebagai golongan Micro Fasis di Kampus. Karena kebencian mereka akan Omek tak berdasar dan tidak diimbangi dengan rasionalisasi yang jelas, selalu mengambang dan bertele-tele dengan argumen seputar perebutan kekuasaan di ajang Pemira atau Pemilwa saja. 

Padahal kalau dilihat dari sejarahnya sendiri peran Organisasi Ekstra Kampus sangat dinamis bukan melulu soal siapa yang harus berkuasa di Lembaga Intra Kampus tapi lebih dari itu, karena Omek merupakan wadah perjuangan atau gerakan mahasiswa dalam mengimplementasikan “agent of change, iron of stock and social control”.

Ketika para mahasiswa turun ke jalan mengkritik kebijakan pemerintah atau penguasa semua dimotori oleh Omek. 

Organisasi Ekstra Kampus atau Omek terdiri dari berbagai macam sesuai dengan aliran atau idelogi masing-masing. 

Seperti halnya GMNI dengan ideologi Marhaenisme dan Nasionalisme ajaran Bung Karno, HMI dengan ajaran Islam Moderatnya, PMII dengan Islam Nusantara atau ahlusunnah waljamaah, IMM dengan ajaran Muhammadiyah, PMKRI dengan ajaran agama Katolik, GMKI dengan ajaran kekristenannya, KAMMI dan lain-lain. 

Tepat di setiap momentum kegiatan PKK Maba Brawijaya kelompok Omek memang sudah menjadikan tradisi Sambut Maba di luar gerbang kampus, tidak ada yang salah dari kegiatan tersebut! 

Karena kawan-kawan Omek sendiri juga ingin mengenalkan organisasi mereka masing-masing kepada mahasiswa baru sebagai bentuk kaderisasi. 

Dengan modal atribut dan gagasan melalui selebaran berupa tulisan atau gambar adalah hal yang lumrah sebagai bentuk promosi.

Dalam kegiatan masing-masing omek sendiri punya kultur dan struktur yang berbeda satu sama lain yang jelas selalu punya agenda yang positif baik di kampus maupun di masyarakat. 

Dan terbukti banyak kader maupun alumni Omek sendiri punya talenta atau teladan yang bisa menjadi inspirasi bagi setiap orang, tidak melulu soal rebutan jabatan kampus kok itu hanya nomor kesekian saja.

Lalu apa yang membuat kelompok Anti Omek ini selalu kebakaran jenggot setiap kali ada Masa Omek berkumpul? 

Tanya saja satu persatu kepada mereka yang mendaku sebagai AO itu apa alasan atau rasionalisasi mereka? Yang salah dan buta akan peraturan ya mereka sendiri! 

Ingat Konstitusi Tertinggi Negara kita yakni Undang-Undang Dasar tahun 1945 Pasal 28 E ayat 3 menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”

Artinya kegiatan ini dijamin oleh negara yang menganut demokrasi, dan masing-masing organisasi ekstra kampus juga punya legalitas dengan dibuktikan SK Kemenkumham.

Demokrasi di negeri ini sudah tumbuh dengan baik kenapa para gerombolan AO ini justru tidak?!

Apa yang dipermasalahkan oleh AO? soal SK Larangan Organisasi Ekstra Kampus yang tidak boleh mendirikan sekretariat di dalam kampus?

Apa mereka tidak pernah membaca Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018? Justru yang ilegal dan tak berdasar serta tak jelas adalah AO sendiri di kampus! 

Ada nggak salah satu dari mereka bisa menyatakan landasan hukum organisasi mereka? Jika mereka layak disebut sebagai organisasi apakah mereka mempunyai AD/ART?

Kasus pemukulan, pengeroyokan dan perampasan oleh sejumlah mahasiswa yang menyatakan diri sebagai Anti Omek adalah sebuah anomie dalam dunia akademik.

Distorsi yang dibentuk oleh mereka melalui fitnah dan hoax menjadikan bibit-bibit fasis itu nyata dan dari tahun ke tahun pola mereka selalu sama tidak ingin mahasiswa baru jadi  “korban cuci otak atau pengkaderan” Omek.

Padahal justru mereka yang menebar kebencian kepada kelompok Omek yang kemudian diregenerasikan ke mahasiswa lain terus berkelanjutan. 

Ini Hipokrit! Kemudian yang saya lihat adalah “Demokrasi mati ditangan saudara sendiri”.

Jika saya boleh usul untuk menjadi kekuatan yang menyatakan diri sebagai “Anti” terhadap sesuatu, mari kita berjabat tangan untuk Anti terhadap Komersialisasi Pendidikan, untuk Anti terhadap Kekerasan Gender dan Kekerasan Seksual di kampus, Anti terhadap ketidakjujuran, anti terhadap kemiskinan, anti terhadap kapitalisme, anti terhadap budaya feodal dalam kampus, dan Anti terhadap Penindasan. 

Mari kita wujudkan bersama nilai-nilai luhur Panca Sila sebagai dasar dan persatuan bangsa.

Mari bersatu menyatakan egalite, liberte dan fraternite. Membawa Revolusi Indonesia menuju kepada Dunia Baru tanpa ‘exploitation de l‘homme par l‘homme’ dan ‘exploitation de nation par nation’. (***)

Opini oleh: Yudya Pratidina Marhaenis 

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version