banner 728x90

Refleksi 78 Tahun Indonesia: Rediscovery our Nationalism, Create a Future Leader for Indonesia

Ketua GMNI Malang, Donny Maulana. (Foto: Ist)
banner 468x60

Momen Kemerdekaan ke-78 Indonesia tahun ini harus bisa dimaknai secara mendalam salah satunya dalam hal mempersiapkan Generasi Emas 2045 yang Berkarakter Kebangsaan dan Pancasilais sebagai Garda Terdepan Pembangunan Multidimensional Indonesia.

Berdasarkan data dari BPS pada Maret 2022, sebanyak 68,82 juta jiwa penduduk Indonesia masuk kategori pemuda. Angka tersebut porsinya mencapai 24% dari total penduduk Indonesia.

banner 336x280

Di satu sisi, ini menjadi potensi yang luar biasa bagi produktivitas bangsa Indonesia mendatang, akan tetapi di sisi lain juga menyisakan kemirisan.

Bagaimana tidak, dari data hasil survey CSIS 2021, ada sekira 10% generasi milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi lain. 

Sebagai generasi yang nantinya akan melanjutkan tonggak estafet kepemimpinan bangsa yang akan memegang fungsi sebagai pembuat kebijakan dikemudian hari, ini tentunya sangat berbahaya dan mengancam masa depan NKRI sebagai satu bangsa yang toleran jika bingkai pemersatu bangsa yakni Pancasila justru terancam diganti.

Karena lebih lanjut, Pancasila bukan hanya sekadar lima sila, akan tetapi merupakan falsafah serta pandangan hidup bangsa Indonesia (Philosophische Grondslag/ Weltanschauung), yang melekat dalam budaya dan menjadi karakter Bangsa Indonesia itu sendiri (bukan suatu yang dibuat-buat/ diciptakan).

Hal tersebut merujuk pada pernyataan Bung Karno pada Sidang BPUPK Indonesia, yang menyebut jika Pancasila adalah Philosophische Grondslag dari Indonesia Merdeka, yakni suatu fundamen, filosofi, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.

Oleh karena itu bagaimana penanaman karakter kebangsaan, karakter Pancasilais sangat urgen dilakukan dalam ekosistem pendidikan di Indonesia (alih-alih hanya menekankan pada aspek pengetahuan dan keterampilan). 

Karena Indonesia tidak hanya membutuhkan orang yang pintar dan kompeten, tapi lebih dari pada itu Indonesia membutuhkan para generasi penerus bangsa yang berkarakter kebangsaan dan berjiwa Pancasila. 

Sehingga semua kompetensi yang dimiliki tersebut mampu terwadahi dalam bingkai besar Pancasila dan rasa kebangsaan (nation), yang pada akhirnya akan berdampak baik juga dalam sumbangsih kepada negara (pembangunan multidimensional).

Banyak pendahulu mengatakan bahwa “Jika kau ingin membangun suatu bangsa, bangunlah pendidikannya”. 

Saya rasa ini sangat relevan bagaimana kita berbicara tentang membangun generasi muda yang Pancasilais dan memiliki karakter kebangsaan yang kuat, yakni dimulai dari memperbaiki ekosistem pendidikannya. 

Maka jika Soekarno pernah mengutarakan “Rediscovery our Revolution”, sudah saatnya hari ini kita berbicara tentang “Rediscovery our Nationalism”. 

Maksudnya adalah bagaimana kita harus bisa merefleksikan kembali ruh kebangsaan tersebut/menemukan kembali api nasionalisme kita, dan mengaktualisasikannya dalam segala bidang potensi bangsa hari ini, salah satunya adalah potensi bonus demograsi (usia muda). 

Muaranya adalah kita berbicara tentang “The Future Leader for Indonesia. Maksudnya adalah bagaimana benar-benar membentuk pemuda Indonesia yang dengan segala kompetensi yang dimiliki, memiliki jiwa kebangsaan dan karakter Pancasilais yang kuat, sehingga ia mampu dan mau mengarahkan segala potensi yang dimilikinya untuk mengabdi kepada bangsa dan negara (bukan sekadar menjadi generasi yang pragmatis oportunis, yang bahkan dalam tanda kutip tidak segan-segan menjual bangsa dan negaranya sendiri).

Kuncinya adalah “Nation and Character Building”. Sebuah konsep yang sekali lagi pernah dicetuskan oleh Bapak Bangsa, Bung Karno.

Konsep pendidikan Indonesia yang menekankan pada pembangunan karakter dan kebangsaan sebagai landasan pengembangan kompetensi.

Lebih lanjut, ekosistem pendidikan Indonesia juga harus ditransformasi. Bukan hanya sekadar pendidikan yang mengedepankan indoktrinasi, melainkan sebuah ekosistem pendidikan yang menekankan pola interaksi yang dialektis antar pengajar dan peserta didik. 

Sebuah konsep pendidikan yang lebih lanjut bisa diartikan sebagai pendidikan kecakapan hidup atau pendidikan yang membentuk satu manusia yang utuh.

Pancasila dan kebangsaan harus ditanamkan pada ruang-ruang yang dialogis dan empiris, tidak hanya sekadar indoktrinasi yang justru malah tidak diminati generasi muda (Merujuk Hasil Survei PSKI Universitas Prasetiya Mulya dan Litbang Kompas).

Maka sebagai saran serta solusi yang juga dapat dimaknai sebagai kesimpulan, ekosistem dan paradigma pendidikan nasional harus dikembalikan kembali kepada “Nation and Character Building”, (bukan sekadar ekosistem pendidikan yang berorientasi pasar/ industrial).

Lebih lanjut, paradigma pendidikan yang membentuk manusia seutuhnya juga harus bisa diimplementasikan melalui kurikulum pendidikan formal maupun nonformal (pendidikan luar sekolah yang berbasis pada kecakapan hidup seseorang).

Sehingga dengan seperti itu, akan lahir seorang generasi penerus yang mempunyai landasan nasionalisme/kebangsaan dan berjiwa Pancasila, yang siap untuk ditempatkan di kondisi dan situasi apapun (problematika multidimensional bangsa).

Selain daripada harus mengevaluasi dan memperbaiki sistem pendidikan formal yang ada (kurikulum merdeka belajar), pengoptimalan pendidikan non formal dan informal juga sangat penting melalui gerakan-gerakan kolektif, komunitas-komunitas atau NGO untuk menyasar jutaan anak yang masih belum bisa mencicipi bangku pendidikan formal hari ini karena berbagai sebab (misal ekonomi, akses dan kendala lain).

Dengan demikian, cita-cita untuk mencapai Indonesia Emas pada tahun 2045 bukan sekadar isapan jempol belaka karena para pemimpin-pemimpin masa depan bangsa sudah siap dan terbentuk jiwa serta raganya sejak dibangku pendidikan untuk mengeksekusi berbagai pembangunan multidimensional Bangsa Indonesia serta sebagai solusi atas permasalahan dan tantangan bangsa di masa yang akan datang. (***)

Opini Oleh: Donny Maulana (Ketua GMNI Malang/Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Sejarah UM)

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version