banner 728x90

Penguatan Aparatur Desa, Dosen FISIP UB Bentuk Laboratorium Kebhinekaan di Desa Buntu Wonosobo

Proses pembentukan laboratorium kebhinekaan di Desa Buntu, Kejajar, Wonosobo oleh Tim Pengabdian Kepada Masyarakat FISIP UB. (Foto: Arief Setiawan)
banner 468x60

RUBRIKA – Proses pembentukan laboratorium kebhinekaan di Desa Buntu, Kejajar, Wonosobo, tak semudah membalik telapak tangan.

Banyak hal yang harus terus diperbaiki agar hasilnya optimal, mulai dari aspek kelembagaan, sumber daya manusia, hingga infrastruktur.

banner 336x280

“Dalam hal ini, aspek manusia (peningkatan kualitas SDM) menjadi prioritas kami terkait rencana pembentukan laboratorium kebhinekaan di Desa Buntu,” ujar Ketua Tim Pengabdian Kepada Masyarakat FISIP Universitas Brawijaya (UB) Arief Setiawan.

Hal itu diungkapkannya saat membuka kegiatan workshop di Desa Buntu, Kejajar, Wonosobo beberapa hari lalu, Selasa (31/7/2023).

Menurut Arief, aspek manusia itu bisa dianalogikan seperti softwere dalam komputer.

Oleh karena itu, kapasitas dan kapabilitasnya harus terus di-up grade agar bisa beradaptasi dengan dinamika yang terjadi dalam masyarakat.

“Masyarakat Desa Buntu tidak boleh jadi penonton saja,” tegas pria yang juga Dosen FISIP UB itu.

Pengabdian kepada masyarakat ini merupakan bagian tak terpisahkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. 

Ide mengenai laboratorium kebhinekaan ini murni berasal dari masyarakat. 

Oleh karena itu, pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk workshop bertema “Penguatan Aparatur Desa dalam rangka Pembentukan Laboratorium Kebhinekaan,” dilaksanakan di Desa Buntu.

Menurut Kepada Desa Buntu Suwoto, penguatan kelembagaan dan aparatur desa merupakan hal penting sebelum laboratorium kebhinekaan bisa diwujudkan secara nyata.

“Manusianya harus siap dulu,” tegas Suwoto.

Dalam workshop ini, Dosen FISIP UB Angga Sukmara memaparkan beragam aspek terkait penguatan kelembagaan di desa.

Sinergi antar institusi di desa menjadi kunci utama dalam usaha menguatkan aspek kelembagaan di desa.

“Semua permasalahan di desa harus diselesaikan secara bersama-sama. Musyawarah untuk mufakat harus ditempuh ketika dihadapkan pada suatu masalah,” ujarnya.

Banyak pihak menyebut Desa Buntu sebagai miniature Indonesia. Desa yang terletak di kaki Pegunungan Dieng ini mempunyai toleransi antar umat beragama yang sangat tinggi.

Warga Desa Buntu menganut Agama Islam, Kristen Protestan, Katholik, dan Budha.

Sebagian juga menganut kepercayaan lokal. Mereka hidup berdampingan dan rukun meskipun berbeda dalam berkeyakinan. (***)

banner 336x280
banner 728x90
Exit mobile version