BANGKALAN – Ratusan kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) baru-baru ini mengunjungi Kantor Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Selasa (31/10/2023).
Kunjungan ini bukan sekedar formalitas, namun lebih merupakan bentuk protes terhadap tidak adanya keseriusan dalam menyikapi beberapa permasalahan di Bangkalan.
Para mahasiswa demonstran merasa permasalahan tersebut sudah terlalu lama terbengkalai tanpa ada solusi nyata yang ditawarkan Pemerintah Kabupaten Bangkalan.
Dalam aksinya baru-baru ini, para peserta mengungkapkan keprihatinannya terhadap adanya pungutan liar (pungli) dalam sistem pendidikan.
Samsul Hadi, Aktivis PMII menyatakan, pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan Dinas Pendidikan Bangkalan untuk meniadakan pungutan liar tersebut di tingkat SMP dan SMK. Sayangnya, perjanjian ini belum dilaksanakan secara efektif.
Kegagalan memberantas pungutan liar ini menghambat penyediaan pendidikan yang setara dan dapat diakses oleh semua siswa. Mereka juga menyebutkan bahwa beberapa orang tua telah menghubungi PMII untuk melaporkan kasus tersebut.
“Sebagaimana kasus yang menjadi aduan masyarakat Bangkalan terhadap PMII Bangkalan terdapat kasus Pungli jual beli atribut sekolah. Ada beberapa sekolah yang melapor kepada PMII Bangkalan tentang pungutan liar diantaranya, SMAN Arosbaya, SMKN Tanjung Bumi, SMAN Kamal, SMPN Arosbaya, SMPN2 Bangkalan serta MTsN Bangkalan,” ucap Samsul Hadi saat orasi.
Beberapa aktivis menyebut dugaan adanya manipulasi harga terkait dana yang dialokasikan untuk mahasiswa. Diketahui, meski dana yang digunakan cukup besar, siswa hanya menerima sejumlah barang terbatas seperti kain batik, kain rok, kaos kaki, hijab, ikat pinggang, dan pakaian olahraga.
“Saat ini masih ada oknum kepala sekolah yang masih menjual seragam sekolah, ini salah satu kasus yang belum terselesaikan yakni pendidikan juga masih banyak persoalan di posko pengaduan kami, masih terdapat siswa yang diwajibkan untuk membeli seragam sekolah,” kata demonstran PMII.
Tuduhan manipulasi harga menunjukkan bahwa harga barang-barang tersebut mungkin telah dinaikkan secara artifisial, sehingga mengakibatkan penyalahgunaan dana dan kurangnya transparansi dalam proses pengadaan.
Tuduhan tersebut menyoroti kemungkinan bahwa harga-harga tersebut sengaja dinaikkan, sehingga berpotensi menyebabkan kesalahan pengelolaan keuangan dan ketidakjelasan dalam proses akuisisi.
“Wali murid dipaksa membeli atribut di koperasi sekolah. Wali murid ingin beli di luar sekolah takut anaknya tidak diterima bersekolah,” teriak Hadi.
Klaim manipulasi harga menyiratkan bahwa harga barang-barang tersebut mungkin sengaja dinaikkan, sehingga menimbulkan potensi penyalahgunaan dana dan kurangnya transparansi dalam proses pengadaan.
Hal ini menunjukkan bahwa mungkin ada aktivitas penipuan yang mengakibatkan penyimpangan keuangan dan kurangnya keterbukaan selama proses akuisisi.
“Para siswa diwajibkan memesan atau membeli atribut sekolah terhadap koperasi sekolah dengan harga yang cukup fantastis hingga mencapai Rp.1,5 juta,” jelas Samsul Hadi.
Anwar pun melakukan perhitungan bersama rekan-rekan mahasiswanya, yang menunjukkan bahwa perhitungan harga total jauh lebih tinggi dari harga pasar.
“Hal ini sangat memberatkan orang tua siswa,” tegasnya
“Padahal, beberapa bulan lalu PMII Bangkalan sudah bersepatakat di atas kertas dalam bentuk Pakta Integritas dengan Dinas Pendidikan Bangkalan dan Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur mengenai penyelesaian pungutan liar ditingkat SMPN/MTsN sederajat dan SMKN/SMAN,” ujarnya.
“Tetapi kesepakatan tersebut tidak dilaksanakan. Kami sudah pernah membawa masalah ini ke Dinas Pendidikan kabupaten Bangkalan dan Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur di Bangkalan, tapi tidak ada tindak lanjut,” tambahnya.
“Pj Bupati Bangkalan harus menghentikan jual beli seragam dengan harga tidak wajar dalam bentuk kebijakan yang sah, Pj Bupati Bangkalan harus mendorong terciptanya transparansi di lingkungan tata kelola sekolah, Pj Bupati Bangkalan harus memanggil pihak terkait dalam rangka melakukan koordinasi terkait kebobrokan pendidikan Bangkalan dengan melibatkan PMII Bangkalan dan Pj Bupati Bangkalan harus memberikan beasiswa kepada siswa tidak mampu,” ucapnya.
Di kasus lain, Hasan Basri, koordinator aksi GMNI Bangkalan, menyatakan alih fungsi lahan pertanian menjadi pembangunan perumahan dalam beberapa tahun terakhir berdampak buruk terhadap kesejahteraan petani di Bangkalan.
Meningkatnya pembangunan perumahan mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian sehingga menyebabkan petani kehilangan tanah berharganya.
“Akibatnya, jumlah bahan pokok yang dihasilkan dari petani Bangkalan semakin berkurang dan menimbulkan melonjaknya harga bahan pokok tersebut,” ujarnya.
Perubahan ini juga menyebabkan terkikisnya sisa lahan mereka, sehingga semakin memperburuk tantangan yang dihadapi para petani. Akibatnya, kesejahteraan pertanian di Bangkalan sangat terdampak dan menimbulkan ancaman signifikan terhadap penghidupan masyarakat petani.
“Kami minta pemerintah memperhatikan nasib petani, sehingga bisa menyediakan alat mesin pertanian dan pupuk bersubsidi,” terangnya
Mereka juga menyerukan pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 di Kabupaten Bangkalan yang menekankan pada perlindungan lahan pertanian berkelanjutan untuk produksi pangan supaya diperketat.
Tak hanya itu, mereka juga mendesak pemerintah memastikan harga benih, pupuk, obat-obatan, dan seluruh sarana produksi pertanian sesuai dengan aturan yang ada. Ia menilai hal tersebut perlu pengawasan langsung dari Pemkab Bangkalan.
“Sampai saat ini masih ada penjualan pupuk bersubsidi diatas HET. Kami juga mendesak agar Pemkab Bangkalan membagi Alsintan secara merata jangan hanya dibagikan pada sejumlah pihak,” pungkasnya
Sayangnya upaya tersebut tidak mendapat respon positif dari Pj Bupati Bangkalan maupun perwakilan Pemerintah Kabupaten Bangkalan.
Ismed Efendy, Asisten Pemerintahan Kabupaten Bangkalan, mengatakan, Pj Bupati Bangkalan tidak bisa bertemu dengan massa aksi mahasiswa PMII dan GMNI.
“Bapak Pj Bupati sedang ada tugas dari presiden. Sejak hari jumat sudah berangkat ke Jakarta,” kata Efendy.
Mahasiswa demonstran yang kecewa karena tidak bisa bertemu dengan Pj Bupati Bangkalan terpaksa masuk paksa ke dalam kantor Bupati untuk memastikannya di ruang kerja.
“Jangan halangi kedatangan kami, kami hanya ingin memastikan keberadaan pak PJ ke ruang kerjanya,” kata Hadi.
Ismed Efendy mengaku telah mengumpulkan seluruh pengaduan yang disampaikan PMII dan GMNI. Ia menyatakan, seluruh keluh kesah para pengunjuk rasa akan ia sampaikan kepada Plt Bupati Bangkalan.
“Semua aspirasi kita tampung, kita sampaikan nanti ke Pak Pj agar OPD terkait yang menjelaskan,” kata Efendy.
Sebelum bubar, para mahasiswa menegaskan kembali dan menekankan apa yang perlu disampaikan mengenai tuduhan atau pengaduan hingga demonstrasi sekali lagi yang lebih banyak.
“Kami minta untuk diingat, termasuk menghentikan jual beli seragam dengan harga tak wajar. Jika tuntutan kami tidak diindahkan dalam kurun waktu 7×24 jam, maka kami akan datang kembali dengan konten yang berbeda,” ancamnya. (***)